Ini Makna Penyajian Ikan Bandeng hingga Kue Keranjang dalam Tradisi Imlek
SinPo.id - Perayaan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili sebentar lagi akan digelar, tepatnya pada Rabu, 29 Januari 2025. Imlek tak hanya dimeriahkan oleh penampilan Brongsai, pembagian Angpao, kembang tapi, tetapi dijadikan juga sebagai momentum warga Tionghoa untuk kumpul bersama keluarga, menyantap hidangan. Terlebih, makanan yang disajikan adalah khas pada saat Imlek.
"Setiap makanan yang dihidangkan pada perayaan Imlek memiliki filosofi mendalam yang berkaitan dengan harapan akan keberuntungan, kebahagiaan, dan kemakmuran," kata Wakil Sekretaris Umum Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Anthony Leong saat dihubungi SinPo.id, Minggu, 26 Januari 2025.
Anthony memaparkan makna dari beberapa makanan khas yang menjadi simbol penting dalam tradisi Imlek. Misalnya, Ikan Bandeng Jumbo, yang dalam bahasa Mandarin, ikan disebut "yú" (鱼), juga berarti "berkelebihan" atau" kemakmuran". Ikan melambangkan keberuntungan dan kelimpahan yang terus berlanjut sepanjang tahun.
Biasanya, lanjut Anthony, ikan dihidangkan utuh, dari kepala hingga ekor, untuk melambangkan awal dan akhir yang sempurna.
"Ikan sering dimakan setelah sembahyang, dan sebagian keluarga menyisakan sedikit untuk dimakan keesokan harinya sebagai simbol keberlanjutan rezeki," tuturnya.
Kemudian Jeruk, terutama yang berbentuk bulat dan berwarna emas, seperti jeruk mandarin. Hal ini melambangkan kemakmuran dan kekayaan. Dimana, dalam bahasa Mandarin, jeruk disebut "júzi" (桔子), yang terdengar seperti "keberuntungan".
"Jeruk sering diletakkan di meja sembahyang atau sebagai hantaran kepada kerabat untuk menyampaikan doa akan keberuntungan," kata dia.
Wasekjen BPP HIPMI ini melanjutkan, makanan khas berikutnya, yaitu kue keranjang (Nian Gao) yang melambangkan kebersamaan, harmoni, dan peningkatan kehidupan. Dalam bahasa mandarinnya "nian gao" (年糕) terdengar seperti "tahun yang lebih tinggi, yang berarti harapan untuk kemajuan di tahun yang akan datang.
"Kue ini biasanya dipersembahkan dalam sembahyang kepada leluhur dan kemudian dinikmati bersama keluarga," papar pakar komunikasi digital ini.
Makanan lainya, yakni Pangsit, yang menyerupai bentuk emas batangan zaman dahulu dan melambangkan kekayaan. Lalu, Mi Panjang Umur melambangkan panjang umur dan biasanya dimakan tanpa dipotong, sebagai simbol harapan untuk umur panjang dan kebahagiaan.
Selain itu, banyak makanan lain yang juga sering hadir di perayaan Imlek, seperti ayam atau bebek utuh. Hal ini melambangkan keharmonisan keluarga, tahu yang menyimbolkan kesederhanaan dan kemurnian, hingga lontong cap go meh yang khas peranakan sebagai wujud harmoni antara budaya Tionghoa dan lokal Indonesia.
Ada pula bakpau dan kue ku, makanan tradisional Tionghoa yang melambangkan keberuntungan dan kebahagian.
Untuk penempatan dalam perayaan, sambung Anthony, makanan ini biasanya dipersembahkan dalam sembahyang sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan dewa-dewi sebelum dinikmati.
"Namun, tradisi keluarga berbeda-beda. Ada yang mengizinkan sebagian makanan disantap sebelum sembahyang, tetapi umumnya makanan utama seperti ikan dan kue keranjang dimakan setelah sembahyang," kata dia.
Menurut Anthony, yang paling penting dari semua ini adalah makna di balik perayaan Imlek itu sendiri. Tradisi makanan bukanlah kewajiban mutlak, melainkan cara untuk menyampaikan harapan, doa, dan nilai-nilai kebersamaan.
"Jika ada keterbatasan dalam menyediakan makanan tradisional tertentu, perayaan tetap sah dan bermakna selama esensi Imlek, yaitu kebahagiaan, rasa syukur, dan kebersamaan keluarga, tetap terjaga. Dengan demikian, semangat Imlek terus hidup dalam hati masyarakat, baik melalui makanan, doa, maupun kehangatan hubungan antaranggota keluarga, " tutup Anthony.