Bambang Soesatyo: Keberhasilan KPK Seharusnya Bukan Hanya Dinilai dari OTT

Oleh: Ardian Pratama
Senin, 18 September 2017 | 18:50 WIB
Bambang Soesatyo selaku Ketua Komisi III DPR RI - Foto: Istimewa
Bambang Soesatyo selaku Ketua Komisi III DPR RI - Foto: Istimewa

Jakarta, sinpo.id - Ketua Komisi III DPR Bambang Soesatyo menyatakan keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya bukan hanya dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang gencar dilakukan lembaga anti rasuah tersebut. Namun, pencegahan terhadap tindakan korupsi harusnya juga dapat dilakukan. 

Bamsoet menilai tak hanya mengandalkan OTT, dia juga meminta KPK menangani kasus korupsi besar yang tidak bisa diselesaikan oleh Kepolisian maupun Kejaksaan. 

"Penyergapan sejumlah kepala daerah melalui OTT oleh KPK lebih mencerminkan kegagalan sistem pencegahan korupsi. Pemberantasan korupsi yang terfokus pada penindakan tidak akan mereduksi praktik korupsi, baik sekarang maupun yang akan datang," ujar Bambang kepada wartawan, Jakarta, Senin (18/9/2017). 

Politisi dari partai Golkar itu menyebut, jika lembaga besutan Agus Rahardjo itu hanya mengandalkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak akan memberikan efek jera yang berarti terhadap para pelaku tindak pidana korupsi, sehingga oknum koruptor akan terus bertambah.

"OTT itu 'murah meriah'. Jadi kalau KPK hanya menggelar OTT-OTT saja sebagai festivalisasi pemberantasan korupsi, tidak bisa dihindari adanya kesan KPK mau gampangnya saja karena hanya melakukan tindakan atau operasi 'murah meriah'. Dan itu tidak akan memberi efek jera yang signifikan," tegasnya.

Kendati demikian, OTT KPK berhasil menyergap nama-nama besar. Bagi masyarakat, hal tersebut menjadi bukti bahwa KPK tidak pandang bulu dalam memberantas korupsi.

Akan tetapi, Bamsoet mempertanyakan keabsahan OTT yang sesuai prosedur hukum dan diatur dalam undang-undang. Ia meyakini sebelum KPK melakukan penangkapan OTT, belum ada status kasus apakah itu tingkat penyelidikan atau tingkat penyidikan.

"Padahal dasar untuk penyadapan itu sebagaimana diatur dalam SOP KPK harus pada status penyelidikan (adanya bukti awal yang cukup) dan ditandatangani sekurang-kurangnya tiga dari lima pimpinan KPK yang ada," ungkap Bamsoet.

Dia pun menambahkan, apabila prosedur-prosedur yang dilakukan lembaga anti rasuah tersebut belum sesuai proses yang sesuai SOP, itu merupakan suatu kejahatan.

"Jadi, bagaimana bisa menyadap atau OTT padahal tahapan penyelidikan saja belum. Pertanyaannya kemudian adalah, apakah telah terjadi penyadapan liar atau illegal interception di KPK? Jika benar, hal ini adalah kejahatan," tambah dia. 

Bamsoet menerangkan, tindakan mematai-matai jelas dilarang. Meskipun dengan alasan demokrasi, Hak Asasi Manusia (HAM), pemberantasan korupsi atau pemberantasan narkotika.

"Kalau asing saja dilarang, masa KPK dibiarkan untuk menyadap warga negaranya sendiri? Itu sama saja kita belum merdeka. Kita hidup dalam ketakutan dan kecemasan. Takut dan cemas setiap saat diintai, disadap dan direkam. Inilah titik rawan mengapa kita harus terus kritis dan tegas dalam hal pengawasan terhadap KPK agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang untuk tujuan tertentu di luar hukum," tutup Bamsoet.sinpo

Komentar: