Pentingnya Perlindungan Sosial Peserta Didik, Belajar Dari Kasus NKS

Laporan: Sinpo
Kamis, 12 September 2024 | 12:58 WIB
Wiguna Yuniarsih (SinPo.id/dok)
Wiguna Yuniarsih (SinPo.id/dok)

 

Salah satu kendala anak-anak Indonesia tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang tinggi adalah  terbatasnya biaya pendidikan. Salah satu kasus dialami NKS, seorang anak lulusan SMA berusia 17 tahun yang menjadi korban pembunuhan, seusai membantu ibunya berjualan gorengan di Padang Pariaman,

Asril, ayah korban yang telah berpisah dengan ibu korban, mengenang sosok NKS anak keduanya itu sebagai pekerja keras. Ia banting tulang menjual gorengan untuk biaya masuk perguruan tinggi, karena ingin menjadi pekerja kantoran. Keinginan itulah, yang membuat NKS sangat bersemangat menjajakan gorengan dari rumah ke rumah.

Kasus tersebut menunjukan bahwa anak-anak dari keluarga miskin adalah kelompok anak rawan yang sering kali menanggung beban ganda, yakni sebagai salah satu penyangga ekonomi keluarga dan sekaligus memiliki hak dan kewajiban untuk melangsungkan pendidikannya.

Menurut  Sulistiyanti  dalam  Rudyansyah  (2014),  kemiskinan    memiliki    sifat  plural    sehingga    kemiskinan    menunjukkan  adanya    sekelompok    orang    yang    serba  kekurangan.    Masyarakat    sub sistem  yang  tidak    berpenghasilan    atau   berpenghasilan  tapi  rendah,  bisa  jadi  tidak  merasa miskin  karena  mereka  merasa  sudah  terpenuhi  kebutuhannya.

Hal itu berbeda dengan kondisi penduduk  urban  yang  berpenghasilan  sedang, meski mungkin  merasa  selalu  kekurangan  karena gaya hidup yang mereka    jalani    atau  lingkungan    budaya    tidak  sehat    yang    mereka    hadapi, misalnya kecanduan napza atau judi online. 

Dalam hal ini meski kelihatannya mereka berkecukupan, namun apabila  selalu  merasa  kekurangan,  mereka  bisa  dikatakan  miskin.

Sebenarnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah melaksanakan program perlindungan sosial peserta didik. Perlindungan sosial ini sebagai upaya mencegah, mengurangi, menangani risiko dan tantangan sepanjang hayat dari guncangan dan kerentanan sosial yang dihadapi semua warga negara (TNP2K, 2022).

Sistem perlindungan sosial terdiri dari dua skema yakni skema non kontribusi bantuan sosial yang dibiayai oleh anggaran pemerintah, dan skema kontribusi atau jaminan sosial yang dibiayai melalui kontribusi dari peserta.

Program perlindungan peserta didik yang berikan pemerintah adalah Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (Beasiswa ADik), Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonsia Pintar (KIP), Beasiswa Indonesia Maju (BIM) dan Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI). 

Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) adalah beasiswa afirmasi pemerintah untuk mahasiswa yang mengalami keterbatasan kondisi dan keberadaan sehingga kesulitan dan terhambat mengakses pendidikan tinggi. Jalur penerimaan program ADik terdiri dari jalur tes ADik dan non-tes.

Khusus peserta jalur non-tes disyaratkan lolos seleksi masuk perguruan tinggi akademik atau politeknik lewat SNBP, SNBT, atau seleksi mandiri di kampus pilihan.

Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan bantuan berupa uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah untuk diberikan kepada peserta didik yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin guna membiayai pendidikan. Program ini diberikan kepada peserta didik usia 6 tahun sampai 21 tahun yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin. Bantuan ini diberikan pemerintah untuk membantu biaya personal pendidikan.

Kartu Indonsia Pintar (KIP) dibuat untuk memastikan dan menjamin seluruh anak usia sekolah dari keluarga kurang mampu bisa mengenyam dunia pendidikan. Ada tiga jenjang pendidikan yang dilindungi oleh KIP, yakni Sekolah Dasar dan sederajat, Sekolah Menengah Pertama dan sederajat, dan Sekolah Menengah Atas dan sederajat. Masing-masing tingkatan pendidikan berbeda besaran bantuan biayanya.

Beasiswa Indonesia Maju (BIM) adalah program beasiswa yang diberikan kepada peserta didik/lulusan yang berprestasi pada bidang akademik dan non-akademik. BIM terdiri dari program beasiswa bergelar (degree)  dan beasiswa non gelar (non degree). Program beasiswa bergelar jenjang S1 dan S2 dilaksanakan oleh Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan, sedangkan program beasiswa non-gelar, yaitu Program Persiapan S1 Luar Negeri , dilaksanakan oleh Pusat Prestasi Nasional.

Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) merupakan program beasiswa dari Pemerintah Indonesia yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui pendanaan dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Melalui BPI, Kemendikbudristek mewujudkan bakti dan dukungannya pada pendidikan yang lebih berkualitas serta kesetaraan kesempatan dalam menuntut ilmu sesuai dengan tagline BPI, yaitu Bakti Kami Untuk Edukasi.

Muara dari program perlindungan sosial peserta didik adalah menghidupkan mimpi anak indonesia dengan berbagai beasiswa. Sehingga anak-anak yang merupakan peserta didik masih tetap dapat melanjutkan sekolah dan meneruskan ke jenjang pendidikan, sekalipun berasal dari keluarga miskin.

Capaian program perlindungan sosial peserta didik dapat terwujud berkat dukungan seluruh stakeholder. Hal ini bisa dilihat dari, pertama dukungan anggaran pendidikan yang memadai dan tepat sasaran lewat program Indonesia Pintar (PIP) dan kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Terbukti dengan adanya peningkatan jumlah dan perluasan peserta yang signifikan,

Kedua, adanya Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) yang khusus diberikan kepada para guru dan pelaku budaya. Beasiswa ini bertujuan untuk meningkatkan dan membangun Sumber Daya Manusia Indonesia yang berkualitas. Sehingga para guru dan pelaku budaya memiliki wawasan keilmuan dan jaringan yang memadai untuk terus berkarya.

Ketiga, lewat Beasiswa Indoneisa Maju (BIM), anak berprestasi bisa kuliah luar negeri, bahkan diberikan pembekalan untuk persiapan sebelum berangkat kuliah di luar negeri. Hal ini dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik berprestasi pada jenjang pendidikan menengah untuk memperoleh kesempatan melanjutkan jenjang pendidikan S-1 di luar negeri.  

Sebenarnya jika mengacu kebijakan perlindungan sosial itu, maka kasus seperti yang menimpa NKS di Padangpariaman tak seharusnya terjadi. Tentu kasus menimpa NKS menjadi evaluasi  bagi semua pihak, Termasuk upaya pemerintah memberikan perlindungan bagi NKS lain di tanah air agar bisa menikmati pendidikan dari program perlindungan, tanpa harus beresiko dan rentan mengalami kematian dan pelecahan.

Selain itu agar program perlindungan peserta didik dapat terus berlangsung, maka perlu dukungan anggaran yang memadai dari Kementerian Keuangan dan DPR RI, khususnya Komisi X. Sehingga program yang baik tersebut dapat terus dilanjutkan oleh pemerintahan mendatang. Semoga. (*)

* Wakil Kepala SMK Muhammadiyah 1 Ciputat Timur Tangerang Selatan

 

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI