Ironi Minyak Goreng Salah "Mendag"

Laporan: Azhar Ferdian
Kamis, 17 Maret 2022 | 12:16 WIB
Illustrasi Minyak Goreng Langka/SinPo
Illustrasi Minyak Goreng Langka/SinPo

SinPo.id -  Kelangkaan minyak goreng jadi ironi di Indonesia. Mengingat, Indonesia merupakan negara penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia.

Situasi ini sudah terjadi sejak akhir tahun 2021. Awalnya, minyak goreng tetap tersedia di pasaran. Namun, harganya sudah terbilang tinggi. Alasannya, harga tinggi minyak goreng dalam negeri tersebut mengikuti tren kenaikan harga di luar negeri.

Kondisi ini tentu mematik para pengusaha untuk memburu pasar ekspor. Dampaknya, harga minyak goreng di dalam negeri ikut terkerek naik.

Kenaikan harga tersebut tentu menimbulkan keresahan di masyarakat. Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan terus menyampaikan kepada publik bahwa stok minyak goreng aman. Selain itu, Kemendag juga merumuskan aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan pengusaha sawit wajib menyetor Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 30 persen. Hal ini dilakukan untuk menjaga stok minyak goreng tetap aman di pasar domostik.

Namun, alih-alih situasi bisa terkendali, minyak goreng justru malah langka di pasaran. Pernyataan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang menyatakan stok aman malah berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan.

Polemik pun muncul soal kemana larinya alur distribusi minyak goreng di Indoonesia. Pasalnya, para produsen keukeuh tetap brproduksi normal dengan mengikuti aturan yang dikeluarkan pemerintah. Bahkan, skema subsidi minyak goreng yang dilontarkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dengan mengguyur 30 juta liter minyak goreng tidak mengubah situasi.

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan terdapat dua kemungkinan yang menyebabkan kelangkaan minyak goreng di pasaran.

Pertama, karena kebocoran untuk industri yang kemudian dijual dengan harga tidak sesuai patokan pemerintah. Kedua, ada penyelundupan dari sejumlah oknum.

"Ini akan saya tindak keduanya menurut hukum," ujar Mendag Lutfi.

Padahal, kata Lutfi, sebenarnya stok minyak goreng yang dimiliki pemerintah cukup bahkan melimpah yang dihasilkan dari penerapan kebijakan DMO dan DPO (domestic price obligation).

"Ini kita bicara seluruh Indonesia, 390 juta liter ini untuk seluruh Indonesia, per kemarin itu sudah 415 juta liter hanya dalam 20 hari," katanya.

Mendag juga mengatakan, ketersediaan minyak goreng yang banyak namun langka di pasaran karena ada beberapa oknum yang menimbun. Hasil timbunan itu selanjutnya dijual ke luar negeri dengan harga yang berlaku di tingkat global.

"Jadi ada yang menimbun, dijual ke industri atau ada yang menyelundup ke luar negeri, ini melawan hukum," tegasnya.

"Pokoknya kita lagi mencoba, harga internasional boleh setinggi mungkin, harga nasional tetap terjangkau tetap terjangkau dan tersedia," tandasnya.

Kenaikan Harga CPO

Dari kajian yang dilakukan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), ada beberapa faktor yang memengaruhi kenaikan harga minyak goreng. Salah satunya adalah harga CPO dunia yang sedang meningkat. Selama 2021, harga CPO mengalami kenaikan hingga 36,30 persen (year on year).

Peneliti Indef Rusli Abdullah memaparkan setidaknya terdapat empat faktor utama yang memicu kenaikan harga CPO. Pertama, terjadinya penurunan produksi CPO di negara produsen akibat Covid-19 serta gangguan cuaca. Misalnya, produksi CPO Indonesia pada 2021 sebesar 46,88 juta ton atau turun 0,31 persen dibandingkan produksi 2020 sebesar 47,03 juta ton.

Kedua, permintaan CPO mengalami kenaikan di pasar domestik maupun pasar ekspor. Untuk permintaan minyak sawit di dalam negeri saja terjadi kenaikan 6 persen dari 17,34 juta ton pada 2020 menjadi 18,42 juta ton pada 2021.

Faktor ketiga yang turut memicu kenaikan harga CPO adalah kenaikan harga komoditas energi, seperti minyak mentah, gas, dan batu bara. Semakin mahalnya harga komoditas energi tersebut mendorong terjadinya substitusi energi fosil dengan menggunakan sumber energi yang berasal dari biofuel.

Faktor keempat, terjadinya gejala commodity supercycle di masa pandemi Covid-19 saat ini melahirkan fenomena spekulasi di pasar komoditas, termasuk pada pasar CPO. Masifnya stimulus fiskal yang digelontorkan berbagai negara dunia selama masa pandemi menyebabkan bertambahnya uang beredar, sehingga memicu inflasi.

Terkait respons pemerintah melalui kebijakan subsidi minyak goreng, Rusli melihat kebijakan tersebut tidak efektif lantaran tidak tepat sasaran dan infrastruktur yang juga tidak siap.

“Konsumsi minyak goreng rumah tangga kita itu 61 persen minyak curah, tetapi kebijakan yang dilakukan adalah subsidi pada minyak kemasan. Artinya kebijakan yang diambil tidak nyambung,” kata Rusli Abdullah, Rabu (16/2).

Aturan HET Minyak Goreng

Pada 1 Februari, Menteri Perdagangan mengeluarkan aturan HET minyak goreng. Aturan ini dikeluarkan dengan tujuan mengendalikan problem kelangkaan dan mahalnya minyak goreng di pasaran.

HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.

Lutfi lantas meminta para produsen untuk segera mempercepat penyaluran minyak goreng dan memastikan kekosongan stok tidak terjadi di tingkat eceran. Dia juga mengatakan pemerintah akan menempuh langkah hukum yang tegas jika pelaku usaha tidak mematuhi ketentuan harga ini.

Aturan baru ini justru tidak mengubah kondisi di lapangan. Minyak goreng tetap langka, harganya pun tetap mahal.

Peneliti Indef Rusli Abdullah mengatakan ketidakefektifan kebijakan subsidi minyak goreng kemudian diganti pemerintah dengan kebijakan DMO dan DPO yang berlaku per 1 Februari 2022. Namun, Rusli melihat masih terjadi kelangkaan minyak goreng, baik di pasar tradisional maupun ritel modern. Kalaupun tersedia, harganya masih di atas HET.

“Sampai saat ini harga minyak goreng belum turun juga dan langka di beberapa daerah. Kenapa? Berarti ada problem di hulunya ketika interaksi antara PKS (pabrik kelapa sawit, Red), pemilik kebun kelapa sawit dengan perusahaan minyak goreng. Karena kan ada juga perusahaan minyak goreng yang tidak memiliki kebun kelapa sawit, tetapi dia membeli CPO dari PKS. Masalahnya, PKS kan tidak memiliki kewajiban untuk DMO, kalau dia tidak ekspor. Banyak PKS yang meng-hold ekspornya, sehingga dia tidak wajib DMO,” ungkap Rusli.

Pandangan lain tentang penyebab kelangkaan minyak goreng disampaikan ekonom Faisal Basri. Dia melihat adanya pergeseran konsumsi CPO di dalam negeri. Konsumsi CPO bergeser dari industri pangan menjadi industri biodiesel. Kondisi ini terjadi sejak pemerintah menerapkan program B-20 pada 2020. Program ini mewajibkan pencampuran 20% biodiesel dengan bahan bakar minyak jenis solar.

Adanya program ini membuat alokasi CPO untuk biodiesel berangsur naik, dari 5,83 juta ton pada 2019 menjadi 7,23 juta ton pada 2020. Sebaliknya, konsumsi CPO untuk industri pangan turun dari 9,86 juta ton pada 2019 menjadi 8,42 juta ton pada 2020. Pola kenaikan porsi biodiesel diprediksi akan berlanjut seiring dengan peningkatan porsi CPO dalam biodiesel melalui program B-30 (mengandung biodiesel 30%).

Kebijakan pemerintah yang mendorong program biodiesel ini menjadi trade off atau mengorbankan suatu aspek untuk memperoleh aspek lain bagi CPO industri pangan. Adanya jaminan pemerintah bahwa perusahaan biodiesel tidak akan merugi melalui subsidi ketika harga di dalam negeri lebih rendah dibanding harga internasional membuat pengusaha lebih cenderung menyalurkan CPO-nya pada biodiesel. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksikan porsi CPO untuk biodiesel mencapai 43 persen dari konsumsi CPO dalam negeri pada 2022.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, Ketua Umum Gapki Joko Supriyono mengungkapkan bahwa harga CPO global mengalami kenaikan terus-menerus, sehingga memengaruhi harga minyak goreng dalam negeri. Di sisi lain, harga minyak nabati lainnya juga mengalami kenaikan.

“Memang tidak bisa dimungkiri bahwa harga CPO-nya naik terus dan itu juga karena harga minyak nabati lain naik. Minyak kedelai juga naik, minyak bunga matahari juga naik. Jadi tidak hanya minyak goreng sawit yang naik,” ungkap Joko.

Diambil Alih Presiden

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menggelar Rapat Terbatas (Ratas) untuk membahas kelangkaan minyak goreng. Hasil Ratas tersebut, Jokowi memutuskan untuk memberikan subsidi untuk harga minyak sawit jenis curah. 

"Hari ini, saya menggelar rapat terbatas untuk membahas hal-hal terkait ketersediaan minyak goreng di Tanah Air."

"Memperhatikan kenaikan harga komoditas minyak nabati, termasuk minyak kelapa sawit secara global, pemerintah memutuskan untuk menyubsidi harga minyak kelapa sawit curah," tulis media sosial Instagram resmi, @jokowi, Selasa (15/3).

Sebelumnya, juga Jokowi telah melakukan pengecekan langsung ketersediaan minyak goreng di lapangan. Mengutip laman resmi pemerintah, setkab.go.id, Jokowi mengunjungi sejumlah lokasi pasar dan toko swalayan yang berada di Yogyakarta, Minggu (13/3) pagi.

Saat tiba di sebuah minimarket yang berada di Pasar Kembang, Yogyakarta pada pukul 09.05 WIB, Jokowi tidak menemukan adanya stok minyak goreng.

Usai ratas secara daring dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (15/3), Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto mengumumkan bahwa pemerintah akan menyubsidi harga minyak goreng curah menjadi Rp 14.000 per liter.

Kebijakan subsidi harga minyak goreng (migor) kelapa sawit curah ini diputuskan dengan mempertimbangkan situasi dan keadaan distribusi minyak goreng.

“Dengan memperhatikan situasi global, di mana terjadi kenaikan harga-harga komoditas, termasuk minyak nabati dan di dalamnya termasuk minyak kelapa sawit."

“Maka pemerintah memutuskan, pemerintah akan mensubsidi harga minyak kelapa sawit curah sebesar Rp 14 ribu per liter,” kata Menko Airlangga.

Subsidi itu, lanjut Airlangga, akan diberikan dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Usai keputusan Ratas tersebut, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bakal mencabut peraturan Harga Eceren Tertinggi (HET) minyak goreng, seiring terjadinya kelangkaan komoditas pangan tersebut di lapangan.

"Iya dicabut HET (hari ini). Jadi harga minyak goreng kemasan dibebaskan, tetapi untuk curah dibatasi Rp 14 ribu per liter," kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan saat dihubungi, Rabu (16/3).

Oke mengaku, saat ini dirinya sedang memproses Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terbaru soal HET minyak goreng, dan telah dilakukan sosialisasi ke pasar-pasar.

"Saya ke pasar dan sudah berkoordinasi tadi pagi, silahkan untuk minyak goreng kemasan lepas dengan harga keekonomian," papar Oke Nurwan.

Menurutnya, alasan dicabutnya HET minyak goreng karena saat ini terjadi kelangkaan di berbagai daerah dan harganya banyak tidak sesuai yang ditetapkan.

Namun, Oke menyakini harga minyak goreng kemasan ke depan akan turun sesuai keekonomiannya, tidak seperti saat ini di kisaran Rp 17 ribu sampai Rp 20 ribu per liter.

"Pasar akan menyesuaikan keekonomian terbarunya, keseimbangan terbarunya. Mungkin ada kebingunan, tapi dengan harga keekonomian dan nanti dalam waktu dekat harga CPO internasional akan terkoreksi, kembali keseimbangan barunya maka mereka akan punya harga keekonomian yang sesuai dengan mekanisme pasar," papar Oke.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) baru untuk minyak goreng mulai 1 Februari 2022.

HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter.

Kinerja Dipertanyakan

Banyak pihak mempertanyakan kinerja Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang nyatanya tidak mampu mengendalikan kelangkaan dan tingginya harga bahan pokok seperti minyak goreng.

Sekjen Kornas-Jokowi, Akhrom Saleh mengatakan Lutfi gagal menghadapi masalah bahan pokok. Menteri Luthfi pun menurutnya cukup potensial direshuffle Presiden Jokowi.

"Hemat kami, reshuffle itu bisa terjadi kepada Menteri Luthfi, tetapi dikembalikan lagi ke hak preogratif Presiden Jokowi," tuturnya.

Panggil Paksa Mendag

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan akan memanggil paksa Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi bila kembali tak hadir dalam rapat konsultasi bersama DPR.

Dasco mengatakan DPR dalam rangka pengawasan soal kelangkaan minyak goreng mengalami kesulitan. Pasalnya, Mendag sudah dua kali tak hadir dalam rapat konsultasi.

"Sudah dua kali Mendag diundang dalam rapat konsultasi dengan alasan belum tentu datang dan lain-lain," ujar Dasco pada Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan IV DPR di Gedung Nusantara II, Selasa (15/3).

Maka, Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu menegaskan DPR akan menggunakan kewenangan dan aturan yang ada untuk memanggil paksa Mendag Lutfi.

"Dalam kesempatan terakhir dalam sidang paripurna ini saya sampaikan apabila dalam undangan ketiga masih ada alasan, maka DPR akan menggunakan kewenangan dan aturan yang ada untuk memanggil paksa Mendag ke DPR," tegasnya.

Dasco menjelaskan berdasarkan aspirasi dari masyarakat, kelangkaan minyak goreng ini membuat rakyat sengsara. Sehingga, Mendag Lutfi perlu memberikan pertanggungjawaban terkait hal itu.

"Kita minta, ya kita kan sama-sama tadi dibilang rakyat menjerit, Mendag ya begitu. Ini kan mau panjang atau mau pendek," tandasnya.sinpo

Komentar:
BERITALAINNYA