Kisruh Ghufron dan Dewas KPK

Putusan Dewas untuk Ghufron Tertunda

Laporan: Tim Redaksi
Sabtu, 25 Mei 2024 | 07:04 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)
Ilustrasi (SinPo.id/Wawan Wiguna)

Kisruh antara salah satu pimpinan lembaga antirasuah, Nurul Ghufron dengan Dewas KPK  berawal dari dugaan penyalahgunaan pengaruh di balik mutasi pegawai Kementan berinisial ADM. Ghufron disidang etik, namun justru menyerang balik melaporkan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Albertina Ho ke Bareskrim Polri.

SinPo.id -  Dewan pengawas komisi pemberantasan korupsi (Dewas KPK), mendadak jumpa pers pada Selasa 21 Mei 2024 lalu. Dalam pernyataannya Dewas menunda sidang putusan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Penundaan  itu mengacu putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memerintahkan Dewas KPK untuk menunda sidang etik Nurul Ghufron.

"Oleh karena kami sudah mendapatkan penetapan yang memerintahkan kami untuk menunda, maka sesuai dengan kesepakatan dari majelis, maka persidangan ini kami tunda untuk waktu sampai dengan putusan PTUN yang berkekuatan hukum tetap," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean.

Menurut Tumpak, Dewas KPK telah menerima pemberitahuan melalui e-court terkait putusan sela PTUN. Dia menyebut putusan PTUN itu berlaku final dan tidak dapat diganggu gugat, sehingga Dewas menyatakan menghormati putusan sela PTUN Jakarta tersebut.

"Sidang ini kami tunda sampai nanti ada putusan pengadilan PTUN yang tetap atau ada penetapan yang membatalkan penetapan ini," kata Tumpak menjelaskan.

Tercatat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta mengabulkan gugatan yang diajukan Nurul Ghufron terkait proses sidang etik di Dewas KPK. Dalam putusannya, PTUN memerintahkan Dewas KPK untuk menunda pembacaan putusan etik Nurul Ghufron yang seharusnya dijadwalkan Selasa, 21 Mei 2024.

"Mengabulkan permohonan penundaan penggugat," tulis putusan sela dilansir dari laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Senin 20 Mei 2024.  Putusan itu menyebutkan PTUN memerintahkan tergugat untuk menunda tindakan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik atas nama Terlapor Nurul Ghufron sebagaimana Surat Undangan Pemeriksaan Klarifikasi Nomor: R-009/DEWAS/ETIK/SUK/02/2024 tertanggal 21 Februari 2024.

Penundaan  itu merupakan kemenangan kecil Nurul Ghufron  yang sebelumnya disidang etik oleh Dewas KPK atas dugaan penyalahgunaan pengaruh di balik mutasi pegawai Kementan berinisial ADM.

**

Anggota Dewas KPK, Albertina Ho mengatakan, telah punya cukup bukti Nurul Ghufron yang membantu memindahkan pegawai Kementan berinisial ADM ke Malang, Jawa Timur.  Bukti itu berupa komunikasi antara Nurul Ghufron dengan pejabat Kementan.

"Itu meminta untuk memindahkan salah seorang pegawai dari Kementerian Pertanian di pusat ini ke Jawa Timur, ke Malang," kata Albertina.

Menurut Albertina, Dewas telah punya bukti untuk membawa perkara tersebut ke persidangan etik. Salah satunya telah mengklarifikasi setidaknya 10 orang termasuk mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Tercatta Dewas KPK telah memeriksa sejumlah saksi termasuk pimpinan KPK Nawawi Pomolango dan Alexander Marwata. Selain itu pejabat Kementan, termasuk mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kasdi Subagyono.

Sedangkan Ghufron sudah diperiksa oleh Dewas KPK pada Selasa, 14 Mei 2024, setelah sebelumnya tidak memenuhi panggilan Dewas pada Kamis  2 Mei 2024. Ghufron sengaja tak hadir panggilan pada 2 Mei 2024, karena sedang menguji Peraturan Dewas (Perdewas) nomor 3 dan 4 tahun 2021 ke Mahkamah Agung (MA).

Langkah Ghufron menguji Perdewas ke MA karena peraturan tersebut yang menjadi dasar Dewas melanjutkan perkara dugaan etik dirinya.

Menurut Ghufron, laporan dugaan pelanggaran etik terhadapnya sudah kedaluwarsa. Oleh karena itu, ia menguji Perdewas nomor 3 dan 4 tahun 2021 ke MA. Selain itu, Ghufron juga mengungkapkan alasan lain meminta sidang dugaan pelanggaran etik ditunda. Saat ini, ia sedang menggugat Dewas ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Cara Lain Ghufron Melawan Dewas

Tak hanya ke PTUN Jakarta, Ghufron sebelumnya juga melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho ke Bareskrim Polri dengan tuduhan terkait dugaan tindak pidana penghinaan dan atau penyalahgunaan wewenang terkait penyampaian kepada pers tentang pelanggaran etik yang sudah cukup bukti dan siap disidangkan.

"Terjadinya tindak pidana penghinaan dan/atau penyalahgunaan wewenang terkait penyampaian kepada pers tentang pelanggaran etik sudah cukup bukti dan siap disidangkan serta penanganan pemeriksaan pelanggaran kode etik terkait dugaan intervensi mutasi ASN Kementerian Pertanian (Kementan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 KUHP dan/atau Pasal 421 KUHP yang terjadi di Jakarta pada kurun waktu Januari-Mei 2024," tulis surat laporan Ghufron ke Bareskrim.

Ghufron beralasan punya hak melaporkan dugaan pelanggaran kode etik insan KPK, ia mengacu Pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewan Pengawas (Perdewas) Nomor 3 Tahun 2021. 

Ketua Komisi Pemberantasan Kroupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengaku sedih dan prihatin dengan kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh koleganya Nurul Ghufron.  Nawawi menjadi saksi etik Ghufron yang digelar Dewas, Kamis pertengahan Mei 2024 lalu.

"Prihatin aja dengan situasi seperti ini bukannya menunjukkan kerja-kerja pemberantasan korupsi malah menyajikan seperti ini kepada masyarakat," kata Nawawi.

Nawawi mengaku tidak nyaman bekerja sebagai Ketua KPK terkait kasus etik Nurul Ghufron  yang dinilai berdampak pada kepercayaan publik kepada KPK. "Saya rasa nggak nyaman banget selaku pimpinan di lembaga ini. Sedih," kata Nawawi  menambahkan.

Saat menjadi skasi Nawawi mengaku diklarifikasi dugaan permasalahan etik yang menyeret Nurul Ghufron. Ia hanya diperiksa kurang lebih lima menit oleh Dewas KPK.

"Saya pernah diklarifikasi oleh Dewas sebelumnya dan sudah sampaikan, saya tidak tahu menahu sama urusan itu, kemudian dipanggil juga jadi saksi. Ya saya ulangi juga pernyataan saya, saya nggak tahu menahu,"  ujar Nawawi menjelaskan.

Nawawi juga mengelak untuk berkomentar ketika ditanya pendapatnya terkait sikap Ghufron melaporkan Dewas KPK ke Bareskrim Polri. Ia  mengajak wartwan agar membicarakan hal lain terkait pemberantasan korupsi.  "Mendingan obrolin pemberantasan korupsi," katanya.

Desakan Pegiat Antikorupsi

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk tetap menggelar sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman prilaku Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron.  Putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memerintahkan Dewas KPK menunda sidang etik Nurul Ghufron adalah keliru.

"Bagi ICW, perintah dalam putusan sela tersebut keliru dan tidak didasarkan pada pertimbangan yang objektif," kata Peneliti ICW, Diky Anandya.

Diky meneyebut dua poin yang menyebabkan putusan sela PTUN itu keliru. Pertama, Pasal 67 ayat (2) UU 5/1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara memang memberikan ruang bagi penggugat untuk mengajukan permohonan agar pelaksanaan Keputusan TUN ditunda selama proses pemeriksaan sengketa TUN.

Namun dalam ayat 4 huruf a pada pasal yang sama dijelaskan bahwa  penundaan hanya dapat dilakukan dalam kondisi terdapat keadaan yang sangat mendesak yang dapat merugikan tergugat.

"Bagi ICW, untuk menilai adanya 'keadaan yang sangat mendesak' harus dilihat secara objektif, di mana ada kepentingan umum dari masyarakat yang turut mendesak pimpinan KPK yang berintegritas dan beretika yang harus dipertimbangkan, ketimbang kepentingan personal Nurul Ghufron," ujar Diky menjelaskan.

Ia juga menilai perintah PTUN untuk menunda proses pemeriksaan etik terhadap Ghufron tidak tepat. Sebab, semua proses pemeriksaan sejatinya telah selesai dilakukan oleh Dewas KPK kepada Ghufron.

"Dengan kata lain putusan sela tersebut tidak mempengaruhi agenda pembacaan putusan sidang etik yang akan dilaksanakan pada hari Selasa, 21 Mei 2024," kata Diky menegaskan

ICW mendesak agar Dewas KPK tetap menggelar sidang pembacaan putusan dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan oleh Nurul Ghufron dan tidak ragu untuk menjatuhkan sanksi berat. Dengan beragam jenis hukuman berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (3) Perdewas nomor 3 Tahun 2021. (*)

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI