Puluhan Pewaris Tanah Pondok Indah Minta Bantuan Hukum LPH GRIB JAYA

Laporan: Tio Pirnando
Kamis, 20 Februari 2025 | 14:38 WIB
Puluhan ahli waris tanah Pondok Indah di Kantor. (SinPo.id/Tio)
Puluhan ahli waris tanah Pondok Indah di Kantor. (SinPo.id/Tio)

SinPo.id - Puluhan ahli waris Toton Cs atas tanah yang berlokasi di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, menyambangi Kantor Lembaga Perlindungan Hukum (LPH) GRIB JAYA, untuk meminta bantuan agar proses ganti rugi lahan, dipatuhi oleh PT Metropolitan Kentjana Tbk, atau PT MK.

Juru bicara keluarga ahli waris, Muhammad Djafar Sani Lewenusa menjelaskan, pihakmya sudah bertahun-tahun berjuang agar mendapatkan hak ganti rugi terhadap tanah seluas 9,7 hektare dari PT MK. 

"Kami sudah berjuang kemana-mana, semua jalan tertutup untuk kami mendapat keadilan. Oleh sebab itu, kami datang ke sini harapan kami di sini ada tempat keadilan untuk kami yang diwaris. Kami rakyat kecil yang tidak bisa melawan PT Metropolitan Ketjana dengan uang dan kekuasaan yang dia miliki," kata Djafar di Kantor LPH DPP GRIB JAYA, Kedoya, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu, 20 Februari 2025. 

Djafar memastikan, keluarga ahli waris Toton Cs tidak akan berhenti sampai kapanpun memperjuangkan hak ganti rugi dari atas tanah peninggalan nenek moyang mereka. Terlebih, para ahli waris mempunyai kekuatan hukum tetap yaitu Putusan PK Nomor: 55 PK/TUN/2003, tanggal 22 September 2004. 

"Kami hadir ke sini berdasarkan beberapa keputusan pengadilan yang sudah inkrah. Kami punya keputusan pengadilan yang sudah inkrah itu dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Tet Usaha Negara berdasarkan PK No. 55 yang sudah inkrah kemarin kami sudah ambil dan kami serahkan kepada pihak GRIB Jaya," paparnya. 

Lebih lanjut, Djafar berharap LPH GRIB JAYA dapat membantu, mendampingi para ahli waris agar persoalan ini terselesaikan. Ia pun mengingatkan akan pesan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut agar masyarakat kecil diperhatikan. Oleh karenanya, ahli waris meminta PT MK melakukan ganti rugi atas tanah 97.400 meter persegi tersebut, jika tidak mau maka kembalikan hak mereka. 

"Kami anak cucu yang hadir pada hari ini. Kita akan memperjuangkan ini sampai ke titik darah yang terhabisan. Di sinilah tempat kami mengadu. Tanah itu sekarang di atas itu ada padang golf dan ada beberapa apartemen yang ada di situ. Sudah sekian puluh tahun kami memperjuangkan tanah kami ini. Orang tua-tua kami yang sudah meninggal di situ berlinang air mata dan darah di atas lahan itu," kata Djafar. 

Sementara itu, Ketua LPH GRIB JAYA Prof. Nino Magno menyampaikan, pihaknya akan membantu para ahli waris semaksimal mungkin untuk mendapatkan hak-hak mereka. Apalagi, para ahli waris yang merupakan rakyat kecil, sudah mempuyai kekuatan hukum yaitu putusan PTUN. 

 "Di mana putusan itu mengatakan bahwa tanah yang dikuasai oleh PT Metropolitan adalah milik para akhli waris. Putusan itu sudah inkrah sejak tahun 2004. Namun sampai hari ini, PT Metro Kencana belum menyerahkan kepada akhli waris," kata Prof Nuno. 

Prof Nuno menjelaskan, langkah sudah ditempuh oleh LPH GRIB Jaya adalah mengirimkan surat undangan kepada PT MK tertanggal 12 Februari 2025, untuk hadir melakukan pada 17 Februari lalu. Namun, pihak PT MK tidak hadir. 

Padahal, tujuan surat undangan itu supaya PT MK hadir dan membicarakan mediasinyanatai solusinya, apakah tanah ahli waris diserahkan secara sukarela atau solusi lainnya. 

"Surat undangannya kami kirim tanggal 12 untuk hadirnya tanggal 17. Tapi Metro tidak hadir. Terus hari ini, kami kirim lagi hari ini. Undangan hari ini untuk tanggal 23 hari Senin. Untuk membicarakan hal ini. Jika Senin depan mereka tidak datang juga, atau tidak memenuhi undangan ini, maka kami akan mengambil langkah-langkah untuk berhadapan dengan PT Metro," tegasnya.

Sebagai informasi, sebelumnya keluarga Toton CS memiliki tanah seluas 432.887 meter persegi di Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sejak 1958. Pada 1961, tanah tersebut disewa oleh PT Metropolitan Kentjana.

Meski seluruh tanah disewa oleh perusahaan tersebut, Surat Keterangan Menteri Agraria Nomor 198 Tahun 1961 hanya meminta PT Metropolitan Kentjana untuk mengganti rugi tanah Toton Cs sebesar 97.400 meter persegi.

Kasus sengketa tanah semakin sengit ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang saat itu dipimpin oleh Gubernur DKI R Soeprapto menerbitkan Surat Izin Penunjukan Peruntukan Tanah (SIPPT) nomor Da II/19/1972 Tahun 1972 di area tanah milik Toton CS kepada PT Metropolitan Kentjana. Artinya, Pemprov DKI mengizinkan perusahaan tersebut menggunakan tanah milik Toton CS.

Hingga 1978, PT Metropolitan Kentjana tidak kunjung memberikan ganti rugi kepada ahli waris Toton.

Namun, empat tahun kemudian, Pemprov DKI justru bekerja sama dengan PT Metropolitan Kentjana untuk mengembangkan Wilayah Pondok Indah. Kerjasama itu semakin diperpanjang oleh Pemprov DKI melalui Surat Nomor 2040/072 pada 1997.

Pada 1996, Gubernur DKI Jakarta Soerjadi Soedirja meminta PT Metropolitan Kentjana membayar ganti rugi kepada ahli waris Toton lewat Surat Nomor 3186/073.3. 

Pembayaran ganti rugi itu juga didorong Keputusan Menteri Agraria BPN pada 1999 yang mengharuskan PT Metropolitan Kentjana mengganti tanah ahli waris.

Kepmen Agraria itu digugat oleh Direktur PT Metropolitan Kentjana, Subagja Purwata ke Mahkamah Konstitusi pada 2002. 

Gugatan ditolak hingga perusahaan yang termasuk dalam Pondok Indah Group itu mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. kasasi kembali ditolak oleh MA. Peninjauan kembali sengketa itu juga ditolak oleh Putusan Perkara Peninjauan Kembali Tata Usaha Negara pada 2004.

Meski demikian, hingga kini, PT Metropolitan Kentjana tak kunjung membayarkan kewajibannya kepada ahli waris Toton.