Majelis Hakim MK Pertanyakan Dasar Hukum KPU Barito Utara Tolak PSU

SinPo.id - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan dasar hukum yang digunakan oleh KPU Barito Utara dalam menanggapi rekomendasi Bawaslu untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Pemilihan Umum di Kabupaten Barito Utara.
Pertanyaan ini muncul dalam persidangan lanjutan pembuktian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang digelar pada Jumat, 14 Februari 2025 lalu.
Adapun Sidang Panel Hakim 1 itu dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo yang didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah. Adapun pihak termohonnya ialah Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Barito Utara.
Dalam sidang tersebut, Bawaslu Barito Utara yang diwakili oleh Adam Parawansa Shahbubakar mengungkapkan kronologis terbitnya surat rekomendasi Bawaslu Nomor 226/PP.01.02/K.KH-03/12/2024 tertanggal 3 Desember 2024.
Rekomendasi ini dikeluarkan setelah ditemukan pemilih yang mencoblos tanpa membawa e-KTP, yang menurut Bawaslu perlu ditindaklanjuti dengan PSU.
“Kami menemukan ada pemilih yang mencoblos tidak membawa eKTP, kami kemudian melakukan kajian dan mengeluarkan surat rekomendasi untuk PSU pada 3 Desember 2024,” jelas Adam dalam persidangan.
Namun, KPU Barito Utara menanggapi dengan surat balasan yang menyatakan bahwa pemungutan suara ulang tidak perlu dilakukan karena, menurut mereka, kondisi yang diatur dalam Surat Edaran Ketua KPU Barito Utara Nomor 2734 tanggal 26 November 2024 belum memenuhi unsur untuk dilaksanakannya PSU.
Ketua KPU Barito Utara, Siska Dewi Lestari, mengatakan bahwa keputusan tersebut didasarkan pada telaah hukum dan ketentuan dalam undang-undang pemilihan, khususnya terkait dengan persyaratan untuk dilakukan PSU.
Kemudian, Majelis Hakim MK kembali mempertanyakan alasan KPU Barito Utara hanya mengutip satu bagian dari surat edaran tersebut dalam menanggapi rekomendasi Bawaslu.
"Kenapa dalam surat balasan, hanya angka 1 yang dicantumkan? Padahal, surat edaran itu menyebutkan ada dua syarat yang kumulatif,” tanya salah satu anggota majelis hakim.
Majelis hakim pun menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan dalam surat edaran KPU, pemilih yang tidak membawa e-KTP dapat tetap memberikan suara asalkan memenuhi syarat lain.
"Syarat itu dengan menunjukkan dokumen identitas yang dapat meyakinkan petugas KPPS bahwa pemilih tersebut tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)," ucap majelis hakim.
Sementara itu, Praktisi hukum kepemiluan, Resmen Khadafi, juga mengkritik keputusan KPU Barito Utara dalam persidangan tersebut.
Menurut dia, KPU kurang hati-hati dalam merespon rekomendasi Bawaslu dan tidak mempertimbangkan dengan seksama ketentuan tambahan dalam surat edaran yang mengatur mekanisme pemberian suara bagi pemilih yang tidak membawa e-KTP.
“Dasar hukum yang digunakan oleh KPU Barito Utara dalam menolak PSU perlu dipertanyakan, karena surat edaran tersebut sebenarnya memberikan syarat tambahan yang seharusnya dipenuhi,” ujar Resmen kepada wartawan, Rabu, 19 Februari 2025.
Resmen menambahkan, kasus ini akan terus menjadi sorotan karena bisa mempengaruhi keabsahan hasil pemilihan kepala daerah 2024 di Barito Utara.
"KPU diharapkan untuk lebih teliti dalam menanggapi temuan Bawaslu dan memperhatikan prosedur yang ada," tandasnya.
Untuk diketahui, dalam surat edaran Ketua KPU nomor 2734 tertanggal 26 november 2024 terdapat ketentuan mengenai mekanisme pemberian suara bagi pemilih yang hanya membwa formulir C pemberitahuan kwk tetapi tidak dapat meunjukan ktp elektronik atau biodata penduduk. Ketentuan ini memberikan syarat tambahan bagi pemilih agar dapat menggunakan hak pilihnya.
PERISTIWA 1 day ago
PERISTIWA 2 days ago
PERISTIWA 2 days ago
EKBIS 2 days ago
GALERI 1 day ago
PERISTIWA 17 hours ago
PERISTIWA 12 hours ago
PERISTIWA 2 days ago
POLITIK 1 day ago
PERISTIWA 1 day ago