DPR Kecam Aksi Bejat Dokter PPDS Unpad, Desak Reformasi Sistem Pendidikan Kesehatan

SinPo.id - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengecam keras kekerasan seksual yang dilakukan seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Peristiwa ini bahkan dinilai menjadi sinyal darurat atas lemahnya sistem pengawasan, pendidikan profesi, dan layanan perlindungan korban dalam ekosistem kesehatan nasional.
Sebagai mitra pengawasan sektor kesehatan, Nihayatul menegaskan perlunya langkah konkret dan sistemik untuk mencegah kasus serupa terulang. Ada lima poin sikap dan langkah tindak lanjut Komisi IX DPR RI.
"Pertama, Komisi IX DPR mengecam tindakan pelaku dan mendesak proses hukum dan disipliner dilakukan secara tegas, adil, dan transparan. Kasus ini mencoreng nilai kemanusiaan, profesionalisme, dan etika pelayanan kesehatan," kata Nihayatul kepada SinPo.id, Jakarta, Kamis, 10 April 2025.
Legislator dari Fraksi PKB itu juga menyoroti minimnya peran dan kebijakan konkret dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
"Tidak adanya cakupan BPJS untuk korban kekerasan seksual secara eksplisit serta tidak adanya mekanisme dan minimnya kesiapan Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam penanganan korban merupakan bentuk kelalaian sistemik," katanya.
Dia berpandangan layanan di Puskesmas minim SDM terlatih dan fasilitas untuk korban kekerasan. Padahal, aspek ini merupakan indikator penting dalam Program Reformasi Akuntabilitas dan Pelayanan (PRAP).
Tak hanya itu, bagi Nihayatul code of conduct tenaga kesehatan belum diterapkan secara menyeluruh. Sehingga, belum mampu menjamin keamanan dan etika layanan pasien.
Poin berikutnya, Nihayatul menyatakan bila kasus ini merupakan pelanggaran serius terhadap UU Kesehatan. Kasus ini jelas melanggar berbagai ketentuan dalam UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, antara lain Pasal 56 ayat (1) tentang hak atas pelayanan yang aman, bermutu, dan manusiawi.
Kemudian, Pasal 63 ayat (1) tentang kewajiban tenaga medis menjunjung etika dan menghormati hak pasien. Serta, Pasal 146-147 tentang tanggung jawab institusi pendidikan dan rumah sakit dalam pembinaan tenaga medis secara profesional dan etis.
Nihayatul juga meminta adanya perlindungan dan pendampingan paikologis, hukum, serra kesehatan bagi korban seusai amanat Pasal 55 dan 64 UU Kesehatan. Tak hanya itu, dia mendesak Unpad dan RSHS untuk memperkuat sistem pelaporan, perlindungan korban, dan pengawasan terhadap peserta pendidikan.
"Kemenkes dan Konsil Kedokteran Indonesia harus melakukan evaluasi menyeluruh dan penindakan disipliner terhadap pelaku dan sistem pendukungnya," katanya.
Poin terakhir, Nihayatul memastikan Komisi IX DPR RI bakal memanggil para pihak yang berkaitan dengan kasus pemerkosaan tersebut. Mereka antara lain, Kementerian Kesehatan RI, Pimpinan RSHS Bandung, Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Konsil Kedokteran Indonesia, dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
"Tujuan pemanggilan adalah untuk mendalami tanggung jawab masing-masing institusi, mengevaluasi sistem pengawasan tenaga medis, dan mendorong reformasi sistem perlindungan pasien dan peserta didik di fasilitas layanan kesehatan," tegasnya.
Nihayatul menekankan Komisi IX DPR RI akan terus mendorong reformasi total dalam pendidikan dan layanan kesehatan, termasuk integrasi perlindungan korban kekerasan ke dalam layanan dasar dan BPJS, peningkatan kapasitas puskesmas, serta penegakan kode etik profesi.
"Semua ini dilakukan demi memulihkan kepercayaan publik, menjaga martabat pasien, dan menjamin keamanan layanan kesehatan di Indonesia," kata Nihayatul.
PERISTIWA 1 day ago
POLITIK 1 day ago
PERISTIWA 2 days ago
POLITIK 2 days ago
PERISTIWA 2 days ago
POLITIK 2 days ago
PERISTIWA 19 hours ago