Demokrat: Masih Terlalu Dini Bicara Figur Capres untuk Pemilu 2029
SinPo.id - Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron menilai masih dini untuk membicarakan figur untuk Pemilu 2029. Apalagi, putusan penghapusan presidential threshold belum dibahas secara detail oleh Legislatif.
Ini disampaikan Herman merespons pertanyaan wartawan terkait kesiapan Partai Demokrat untuk kembali mengusung kadernya sebagai calon presiden (capres), seperti pada Pemilu 2004 dan 2009, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kemudian terpilih menjadi Presiden ke-6 RI.
"Yang penting kami membicarakan sistem dengan hasil keputusan MK presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden) nol persen ini, sistem apa yang harus kita bangun ke depan," kata Herman di Jakarta, Jumat, 10 Januari 2025.
Menurut dia, saat ini Partai Demokrat sedang fokus menyusun syarat pencalonan presiden dan wakil presiden bersama dengan fraksi partai lain di DPR RI, dan pemerintah.
"Nah baru saya kira nanti figur lah selanjutnya karena kalau melihat sistem pun kan belum jelas sekarang seperti apa," ujarnya.
Dia mengatakan, hal lain yang lebih penting saat ini adalah menyukseskan program yang sedang ditata oleh Presiden Prabowo Subianto.
Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
MK menilai presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Selanjutnya, MK mempelajari arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.
Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.
Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.