AMBANG BATAS PENCALONAN PRESIDEN

Fraksi Demokrat Belum Bicara Khusus Soal Presidential Threshold

Laporan: Juven Martua Sitompul
Jumat, 10 Januari 2025 | 22:54 WIB
Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI Herman Khaeron (SinPo.id/ Galuh Ratnatika)
Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI Herman Khaeron (SinPo.id/ Galuh Ratnatika)

SinPo.id - Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI Herman Khaeron menyebut fraksinya belum membicarakan secara khusus mengenai penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).

"Akan tetapi, tentu wacana ini menjadi diskusi kecil lah di antara kami, di antara kader, bahwa ini akan menjadikan dinamika pilpres ke depan akan lebih positif, akan lebih demokratis, dan tentu akan berpeluang bagi siapa pun," kata Herman di Jakarta, Jumat, 10 Januari 2025.

Kendati demikian, dia mengatakan perlu ada batasan atau syarat yang perlu diatur mengenai pencalonan presiden dan wakil presiden tersebut.

"Nah, syarat-syarat itu apa? Ya nanti kami akan dibicarakan dari masing-masing fraksi dengan pemerintah dalam revisi Undang-Undang Pemilu," ujarnya.

Dia menekankan yang pasti persyaratan pencalonan adalah nol persen atau tidak ada ambang batas, sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 62/PUU-XXII/2024.

Sebelumnya, MK memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) karena bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

MK menilai presidential threshold yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selanjutnya, MK mempelajari bahwa arah pergerakan politik Indonesia cenderung selalu mengupayakan setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya diikuti dua pasangan calon.

Menurut MK, kondisi ini menjadikan masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang mengancam keutuhan Indonesia apabila tidak diantisipasi.

Oleh karena itu, MK menyatakan presidential threshold yang ditentukan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI