Hari Tanpa Tembakau Sedunia

Komnas Pengedalian Tembakau Sebut Anak Indonesia Masih Terpapar Rokok

Laporan: Sinpo
Jumat, 31 Mei 2024 | 16:03 WIB
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)
Ilustrasi (SinPo.id/Pixabay.com)

SinPo.id -  Komnas Pengendalian Tembakau menilai anak Indonesia masih rawan dari paparan rokok. Hal itu disampaikan saat meluncurkan video bertema “Katanya, Masa Depan Bangsa di Pundak Kami” dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2024 bertepatan dengan 31 Mei.

“Jadi, apakah anak-anak kita sudah terlindungi dari produk zat adiktif yang merusak ini? Sama sekali belum,” ujar Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Hasbullah Thabrany, dalam pernyataan peringatan hari tanpa tembakau, Jum’at 31 Mei 2024.

Hasbullah mengatakan industri rokok menarget anak-anak sebagai calon pelanggan yang mereka upayakan melalui iklan dan promosi yang massif. Termasuk sponsor atau CSR-washing yang tak terkendali. “Dengan branding produk adiktif dengan rasa-rasa manis, harga semurah mungkin dan bisa didapat di mana-mana, serta ribuan taktik lainnya,” ujar Hasbullah menambahkan.

Ia menyebutkan pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 yang memperlihatkan prevalensi perokok anak usia 10 hingga 18 tahun kini mencapai 7,4 persen. Angka itu tampak turun dari prevalensi di Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 sebesar 9,1 persen dan di bawah target penurunan RPJMN 2020-2024 sebesar 8,7 persen.

Namun Hasbullah menyebutkan penurunan prevalensi perokok anak menurut SKI 2023 belum tentu mencerminkan keberhasilan program pengendalian tembakau secara keseluruhan. Prevalensi perokok anak usia 10 hingga 18 tahun sebesar 7,4 persen pada 2023 ini tetap memperlihatkan kenaikan jika dibandingkan dengan data Riskesdas 2013 sebesar 7,2 persen.

“Perbedaan 0,2 persen ini tetap cukup besar mengingat jumlah populasi anak usia 10-18 tahun naik cukup signifikan dalam rentang waktu 10 tahun,” ujar Hasbullah menambahkan.

Jika dilihat dari populasi saat ini, ujar hasbullah, prevalensi 7,4 persen menunjukkan lebih dari tiga juta anak Indonesia adalah perokok aktif yang mengonsumsi produk zat adiktif rokok konvensional maupun rokok elektronik.

Hal itu menunjukkan industri rokok telah berhasil menjadikan anak-anak tersebut sebagai pelanggan baru mereka yang kecanduan nikotin, hal itu artinya Pemerintah telah gagal memberikan perlindungan kepada mereka dari poduk adiktif berbahaya.

Dengan kondisi itu Komnas Pengendalian Tembakau kembali mendesak Pemerintah agar meluruskan kembali orientasi pembangunan nasional kepada pembangunan SDM yang selama ini didengungkan di awal Pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang salah satunya memastikan anak-anak Indonesia terbebas dari adiksi rokok.

“Pemerintah harus segera mengambil keputusan yang tepat dalam kebijakan pengendalian konsumsi produk tembakau dan turunannya melalui Pengesahan aturan pelaksana UU Kesehatan 2023 berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan dengan aturan-aturan Pengamanan Zat Adiktif yang kuat dan komprehensif,” ujar Hasbullah menegaskan.

Selain itu ia minta agar pemerintah memasukkan target penurunan prevalensi perokok anak dan dewasa di dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 - 2029 sebagai target dan rencana kerja bersama Kementerian/Lembaga Pemerintah dalam melakukan upaya  penurunan prevalensi perokok di Indonesia.

Ia mengacu konsumsi rokok yang menjadi beban negara, mulai dari beban kesehatan, ekonomi, sampai sosial yang telah menjadi masalah nasional; tingginya penyakit tidak menular, stunting, beban BPJS, kemiskinan, sampai rendahnya tingkat kecerdasan.