Golkar di Tangan Airlangga Tersandera Kasus Hukum
SinPo.id - Partai Golkar di tangan Airlangga Hartarto dinilai tak bisa lagi bermanuver bebas bahkan melamban. Sebab, kebebasan Partai Golkar saat ini 'tersandera' kasus hukum Airlangga di Kejaksaan Agung (Kejagung).
Airlangga baru-baru ini diperiksa Kejagung selama 12 jam. Dalam pemeriksaan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) itu dicecar ihwal dugaan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO).
"Dalam konteks itu, saat ini Airlangga menjadi tersandera oleh kasus-kasus hukum khususnya di kejaksaan sehingga manuver Golkar tidak kencang lagi akan berjalan lamban," kata pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komaruddin, kepada SinPo.id, Jakarta, Sabtu, 29 Juli 2023.
Ujang menilai keterkaitan nama Airlangga di pusaran korupsi CPO jelas membahayakan Partai Golkar. Apalagi, kata dia, tidak menutup kemungkinan status Airlangga itu akan dimanfaatkan kelompok tertentu untuk menjatuhkan nama besar Golkar.
"Ini tentu berbahaya bagi Golkar karena Golkar ini partai besar, partai yang kuat, tapi hari ini sedang dipermainkan oleh pihak lain di luar Partai Golkar, seperti misalkan Airlangga diperiksa sebagai saksi di kejaksaan, itu bagian daripada meruntuhkan Partai Golkar juga, agar hancur, agar bisa menjadi partai menengah atau gurem," kata dia.
Di sisi lain, Ujang menilai wajar jika ada beberapa kader termasuk petinggi Golkar yang ingin melaksanakan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub). Bagi dia, berbagai polemik yang dialami Golkar saat ini cukup kompleks.
Selain kasus hukum, Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga tidak menunjukkan hasil yang baik. Berdasarkan hasil lembaga survei bahkan memperlihatkan jika elektabilitas Golkar saat ini anjlok.
"Elektabilitas partai yang hari ini turun ke enam persen, dan itu bahaya. Golkar bisa menjadi partai kelas menengah dan bisa gurem, ini kader-kader di bawah gelisah atas persoalan ini," kata dia.
Ujang juga memandang turunnya 'pesona' Partai Pohon Beringin itu tidak lepas dari ketidakjelasan Airlangga sebagai calon presiden (capres). Padahal, Airlangga merupakan capres resmi Golkar yang diputuskan lewat Munas dan dipertegas di Rapimnas.
"Sampai hari ini elektabilitasnya enggak ada, malah 1 persen lah kurang lebih, artinya tidak laku untuk dijual ke partai lain, di KIB pun katakan lah ingin membangun koalisi udah lari ketiganya dukung capres lain. Dari sisi itu, dari capres aja Airlangga sudah kehilangan ruhnya dalam konteks agar dia bisa menjadi capres Golkar," ucapnya.
Oleh karena itu, Ujang berpandangan munculnya gerakan untuk melakukan Munaslub merupakan hal wajar. Menurut dia, pihak-pihak yang ingin melengserkan itu menganggap Airlangga tidak menguntungkan Golkar.
"Iya mungkin bagi mereka yang pro Munaslub mengganti Airlangga adalah sebuah keniscayaan karena dianggap tadi elektabilitas merosot, tidak laku di koalisi, Airlangga sebagai capres dan cawapres juga tidak laku dan sekarang ketinggalan gerbong dalam konteks agar bisa menentukan koalisi," kata dia.
Di samping dari itu, Ujang menilai faktor lain yang membuat elektabilitas Golkar merosot adalah kepemimpinan Airlangga terlalu elitis. Airlangga dianggap lebih mengutamakan 'nasibnya' sebagai capres ketimbang membawa Golkar ke puncak kontestasi politik.
"Mungkin faktor itu ya salah satunya yang membuat Partai Golkar tidak terurus karena mengurus personal dari ketua umumnya, jadi Airlangga kurang turun ke bawah, kalaupun turun ke bawah terkesan elitis," ucap Ujang.