DPR Dorong Pemerintah Melakukan Evaluasi Menyeluruh Dampak dari Tarif Trump

Laporan: Juven Martua Sitompul
Selasa, 08 April 2025 | 15:09 WIB
Ilustrasi. Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang menaikkan tarif impor sebesar 32 persen untuk Indonesia. (SinPo.id/BBC World)
Ilustrasi. Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang menaikkan tarif impor sebesar 32 persen untuk Indonesia. (SinPo.id/BBC World)

SinPo.id - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fauzi Amro mendorong pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap potensi dampaknya terhadap pendapatan negara, devisa, dan sektor usaha ekspor.

Ini disampaikan Fauzi merespons terbitnya kebijakan Presiden Trump yang akan mengenakan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk dari Indonesia mulai 9 April 2025.

"Kami juga mendorong langkah diplomasi perdagangan yang lebih aktif agar kebijakan ini dapat ditinjau ulang atau dinegosiasikan dalam forum bilateral maupun multilateral," kata Fauzi dalam keterangannya, Jakarta, Selasa, 8 April 2025.

Fauzi menilai kebijakan Trump itu sebagai isu strategis yang berdampak pada ekspor nasional dan stabilitas ekonomi. Khususnya, neraca perdagangan dan kinerja sektor manufaktur kita.

Di sisi lain, Legislator dari Fraksi Partai NasDem ini menekankan kebijakan proteksionis seperti itu tentu menjadi tantangan baru, apalagi Amerika Serikat merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia.

"Tarif setinggi itu jelas berpotensi menurunkan daya saing produk kita di pasar AS, serta mengganggu pelaku usaha yang selama ini bergantung pada ekspor ke sana, termasuk UMKM," katanya.

Selain itu, dia menilai diperlukan adanya upaya diversifikasi pasar ekspor agar ketergantungan pada pasar-pasar besar seperti AS dapat dikurangi. Di samping daei itu, perlu penguatan insentif fiskal dan pembiayaan untuk sektor-sektor terdampak, termasuk lewat program PEN, pembiayaan ultra mikro, dan insentif pajak ekspor.

"Komisi XI juga akan mengagendakan pembahasan khusus bersama otoritas fiskal dan moneter, termasuk Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan LPEM, untuk mengantisipasi tekanan eksternal seperti ini agar tidak berdampak sistemik pada ekonomi nasional," katanya.

Dia berharap pemerintah dapat merespons kebijakan Trump itu dengan sigap dan terukur. Respons yang bijak dari pemerintah diperlukan agar dunia usaha tetap mendapatkan kepastian dan dukungan.

Tak hanya itu, Fauzi mengatakan pihaknya sangat mencermati perkembangan pasar saham Asia hari ini. Termasuk Nikkei yang sempat terkoreksi lebih dari 10 persen hanya dalam satu jam perdagangan.

"Ini jelas merupakan sinyal tekanan global yang sangat kuat, dan IHSG berpotensi terimbas secara signifikan pada pembukaan perdagangan besok," kata dia.

Fauzi bahkan memperkirakan IHSG kemungkinan dibuka dalam tekanan cukup dalam, mengikuti sentimen regional, terutama karena reaksi pasar atas kebijakan tarif 32 persen dari Presiden Trump terhadap produk dari negara-negara Asia, termasuk Indonesia.

"Ini bukan hanya soal tarif, tapi juga sentimen global terhadap arah kebijakan ekonomi AS ke depan," kata dia.

Fauzi pun mendorong otoritas pasar dan fiskal untuk meyiapkan sejumlah langkah antisipasi terkait hal tersebut. Pertama, menyiapkan dan memperkuat mekanisme circuit breaker agar pasar tetap tenang, namun tetap transparan dan tidak panik.

"Kedua, melakukan komunikasi yang proaktif dan menenangkan ke pelaku pasar, terutama dari OJK, BEI, dan Bank Indonesia agar tidak terjadi overreaction yang bisa memperdalam koreksi," katanya.

Ketiga, di bilang mempertimbangkan intervensi likuiditas atau market operation jika volatilitas terlalu tajam. Ini penting agar stabilitas sistem keuangan tetap terjaga.

Keempat, segera koordinasi lintas sektor antara Kemenkeu, BI, OJK, dan LPS untuk menjaga kepercayaan pasar dan memantau potensi risiko sistemik yang bisa menjalar ke sektor riil.

"Kami di Komisi XI akan ikut mengawal situasi ini dan mendorong pemerintah agar mengambil langkah taktis dan strategis dalam menghadapi tekanan eksternal ini. Kita perlu bergerak cepat, tapi tetap rasional, agar kepercayaan investor domestik maupun asing tetap terjaga," tegasnya.