Jika Masa Depan Sudah Hilang, Masih Perlukah Ikut Panjat Pinang? (1)

Oleh: Redaksi
Jumat, 18 Agustus 2017 | 13:50 WIB
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Jakarta, sinpo.id - Semua orang mungkin sudah dapat melihat, bahwasanya negeri ini terus berbenah, dan kemajuan terjadi di banyak sektor. Tak seorang pun membantahnya. Tak hanya di masa "kerja, kerja, kerja" pada era pemerintahan sebelumnya, pembangunan dan kemajuan itu tejadi jua.

Pembangunan dan kemajuan itu tak hanya terjadi di tingkat nasional atau provinsi. Tingkat kota, kabupaten, kecamatan hingga pelosok pedesaan, mudah sekali untuk menunjuk pembangunan dan kemajuan itu.

Terdapat banyak jalan, bandar udara, stasiun hingga pelabuhan yang telah menghantar dan menghubungkan mereka yang sebelumnya terisolasi.

Hanya itu? pastinya tidak. Banyak pula bangunan telah berdiri untuk tempat tinggal maupun kerja. Banyak lembaga-lembaga pendidikan didedikasikan untuk mencerdaskan anak bangsa.

Masih banyak lagi hasil pembangunan dan kemajuan jika ingin dirinci satu per satu di sini. Dusta kita jika tak melihat hal-hal itu sebagai bukti pembangunan dan kemajuan negeri.

Namun pertanyaan paling mendasar, untuk apa hal tersebut diwujudkan? bahkan kerap dengan menyingkirkan mereka yang tak sepaham.

Bagi banyak orang, mungkin sangat gampang menjawab pertanyaan di atas. Ialah untuk pembangunan ekonomi yang merata demi peningkatan kesejahteraan sosial.

Coba kita telaah lebih dalam lagi dengan pertanyaan yang relatif lebih sulit. Untuk siapa pembangunan dan kemajuan itu diwujudkan?

Dalam janji-janji kampanye, jawaban atas pertanyaan yang relatif sulit itu pun mudah sekali ditemukan.

Sedikit menoleh ke belakang, saat debat calon presiden di 2014 Joko Widodo menyebutkan nama-nama konkret untuk pertanyaan tadi. Pembangunan dan kemajuan didedikasikan untuk Ibu Heli, tukang cuci di Manado, Bapak Abdul di Belawan, Ibu Satinah, buruh tani di Banyumas dan Bapak Asep, guru di Jawa Barat.

Pilihan tepat dengan menyebut naman-nama konkret yang hendak disasar oleh "kerja,kerja, kerja pada saat itu. Melalui nama-nama tadi pemerintah ini akan bercermin, dan rakyat akan dimudahkan untuk membuat penilaian.

Hasilnya tentunya tidak sekarang saat janji itu baru diucapkan sekitar tiga tahun lalu. Satu periode pemerintahan mungkin cukup memadai dan cukup adil untuk membuat penilaian.

Dengan cita-cita memerintah dua periode yang sudah mulai dinyatakan dan mendapat dukungan, perbaikan kesejahteraan atas nama-nama yang disebut tadi akan dijadikan ukuran.

 sinpo

Komentar: