LBH Jakarta Khawatir Dampak Wacana Superioritas Penyidikan di Revisi KUHAP

SinPo.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengungkapkan kekhawatirannya terkait lwacana superioritas penyidikan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana menuturkan, penerapan superioritas penyidikan dapat merugikan hak-hak tersangka dan berisiko mengarah pada penyidikan yang tidak objektif atau bahkan melanggar prinsip keadilan.
Dia menyebut, superioritas penyidikan berpotensi memperburuk pelanggaran hak-hak tersangka.
“Superioritas penyidikan akan berdampak pada terjadinya berbagai pelanggaran hak-hak tersangka dan potensi penyidikan yang tidak bertujuan untuk menegakkan kebenaran keadilan,” kata Arief dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 7 Maret 2025.
Arif menekankan, revisi KUHAP harus memastikan proses penegakan hukum tetap independen, profesional, dan berintegritas.
Oleh karenanya, dia menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap kewenangan penyidikan dan upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
“Penegakan hukum tidak boleh bertujuan untuk meningkatkan represivitas atau hegemoni kekuasaan,” ungkap dia.
Menurut dia, LBH Jakarta juga mencatat wacana revisi ini menunjukkan resistensi dari kepolisian terhadap usulan pembatasan dan pengawasan kewenangan mereka. Arief mengatakan, hal ini mencuat setelah adanya sorotan terhadap kinerja Polri, terutama terkait pelayanan publik.
Arif mengutip data dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang mencatatkan lebih dari 1.150 saran dan keluhan dari masyarakat terkait pelayanan buruk Polri pada periode Januari hingga September 2023.
"Sebagian besar keluhan ini mencakup kritik terhadap pelayanan buruk, perlakuan diskriminatif, dan penyalahgunaan wewenang," ujar Arif.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan,LBH Jakarta juga merujuk pada penelitian yang dilakukan bersama Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FH-UI, yang menemukan bahwa dari 1.144.108 perkara pidana yang diterima antara 2012 hingga 2014, hanya 645.780 yang diproses lebih lanjut.
"Sebanyak 255.618 perkara masih mengendap, sementara 44.273 perkara diduga hilang tanpa penanganan lebih lanjut.," tuturnya.
“Temuan ini menunjukkan betapa pentingnya kontrol terhadap lembaga penyidik untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan,” tandasnya.
PERISTIWA 1 day ago
PERISTIWA 1 day ago
PERISTIWA 2 days ago
PERISTIWA 2 days ago
PERISTIWA 1 day ago
PERISTIWA 1 day ago
EKBIS 1 day ago