Hadapi Perang Dagang, Pemerintah Terus Perluas Ekspor dan Perkuat Pasar Domestik
SinPo.id - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan, pemerintah akan memperluas ekspor dan pengamanan pasar dalam negeri, sebagai strategi dalam menghadapi potensi perang dagang. Hal ini termasuk kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap sejumlah negara mitra dagang.
"Strategi menghadapi perang dagang ada dua. Pertama, memperluas pasar ekspor Indonesia ke luar negeri dengan peningkatan perjanjian dagang seperti Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-European Union CEPA dan lainnya. Kedua, pengamanan pasar dalam negeri," kata Budi dalam Kajian Tengah Tahun (KTT) INDEF, ditulis Kamis, 3 Juli 2025
Budi menjelaskan, tahun ini, Indonesia memiliki perkembangan signifikan dalam diplomasi perdagangan. Beberapa perjanjian dagang yang sudah rampung, antara lain, dengan Kanada, Uni Ekonomi Eurasia (EAEU), Uni Eropa, serta Tunisia.
Kendati implementasi perjanjian-perjanjian tersebut belum dapat dilakukan tahun ini, dampak psikologisnya sudah terasa di kalangan pelaku usaha.
"Ketika pemerintah mempercepat proses perundingan, hal ini mendorong pelaku usaha untuk semakin bergairah dalam mencari mitra melalui kegiatan business matchingatau business forum. Hal ini karena mereka menyadari bahwa kerja sama yang tengah dijajaki ini memiliki prospek yang baik ke depannya," ujarnya.
Budi menekankan, pemerintah juga akan fokus pada penguatan pasar dalam negeri. Pasalnya, strategi ini penting untuk mencegah produk-produk impor masuk ke pasar domestik, terutama sebagai dampak akibat perang dagang.
"Pengamanan pasar dalam negeri dilakukan melalui instrumen seperti trade remedies, termasuk pengenaan bea masuk tindakan pengamanan dan antidumping untuk produk-produk tertentu," kata dia.
Budi memaparkan, peningkatan daya saing industri serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terus menjadi prioritas Indonesia. Upaya ini didorong melalui kemitraan antara pelaku UMKM dan ritel modern yang diwujudkan lewat berbagai program, seperti Belanja di Indonesia Aja (BINA) dan Holiday Sale.
"Kalau produk UMKM berkualitas dan berdaya saing, dengan sendirinya mencegah produk impor mendominasi di dalam negeri. Tapi kalau tidak berkualitas, ritel juga pasti akan keberatan," paparnya.
Strategi lainnya yang dilakukan pemerintah, lanjut Budi, yaitu melalui program UMKM Berani Inovasi, Siap Adaptasi Ekspor (UMKM BISA Ekspor) yang mencakup strategi berbasis sumber daya (resource-based) dan strategi berbasis pasar (market-based).
"Berani Inovasi, artinya kita memikirkan bagaimana agar UMKM bisa menembus pasar ekspor, mulai dari kesiapan sumber daya, produk, hingga manajemennya. Siap Adaptasi ini berkaitan dengan strategi berbasis pasar seperti cara menembus pasar tujuan ekspor," jelasnya.
Menurut Budi, untuk mendukung hal ini, pemerintah telah mengoptimalkan jaringan perwakilan dagang di luar negeri yang berperan memasarkan produk-produk Indonesia di pasar internasional.
"Kami mempunyai 46 perwakilan dagang yang terdiri atas atase perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) yang tersebar di 33 negara. Mereka berperan mempertemukan eksportir Indonesia dengan calon pembeli melalui kegiatan pitchingdan business matching," ucapnya.
Tak lupa, Budi menyoroti kinerja ekspor Indonesia yang menunjukkan tren positif, di tengah ketidakpastian global. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia pada periode Januari–Mei 2025 tercatat mengalami kenaikan sebesar 6,98 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, dengan total ekspor sebesar US$ 111,98 miliar.
Adapun negara penyumbang surplus dagang tertinggi, yaitu AmerikaSerikat, India, dan Filipina. "Secara volume ekspor Indonesia meningkat meskipun komoditasnya tidak banyak berubah. Amerika Serikat kini menjadi negara tujuan ekspor tertinggi kita untuk Januari–Mei 2025, menggeser India ke posisi kedua," kata dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti, menyampaikan harapannya agar ketidakpastian global tak hanya dipandang sebagai risiko, tetapi juga sebagai peluang untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional.
"Kami berharap tekanan fiskal dan tekanan eksternal yang disebabkan oleh tensi geopolitik itu bisa kita lalui dengan baik. Pada akhirnya, ketidakpastian global ini tidak hanya menghadirkan risiko, tetapi juga menjadi peluang membangun fondasi ekonomi yang kuat," kata Esther.
