Mengembalikan Empat Pulau ke Wilayah Aceh

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 20 Juni 2025 | 06:00 WIB
Ilustrasi (Wawan Wiguna/SinPo.id)
Ilustrasi (Wawan Wiguna/SinPo.id)

SinPo.id -  Presiden Prabowo Subianto akhirnya menetapkan empat pulau masing-masing pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang dikembalikan ke wilayah Provinsi Aceh. Keputusan tersebut disampaikan Presiden Prabowo saat memimpin rapat video conference terkait penandatanganan kesepakatan bersama Gubernur Aceh dan Sumatera Utara pada Selasa, 17 Juni 2025. Dalam pernyataanya, Prabowo mengatakan keputusan itu pentingnya menjaga persatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).  

“Saya kira prinsip bahwa kita satu, karena NKRI saya kira itu selalu jadi pegangan kita,” ujar Presiden Prabowo.

Ia juga meminta agar penjelasan terkait empat pulau kepada publik secara terbuka dan transparan agar tidak menimbulkan spekulasi. “Jadi kita sangat perlu suatu penerangan terhadap rakyat. Saya lihat kemajuan di semua bidang, jadi kita semua perlu untuk terus menjaga kondisi ini,”  ujar Prabowo menjelaskan.

Pengembalian empat pulau itu menandai babak baru penyelesaian administratif wilayah yang sempat menjadi pembahasan antar provinsi. Sekaligus mencerminkan komitmen Presiden Prabowo menyelesaikan persoalan secara damai dan berdasarkan bukti hukum yang sah. Keempat  pulau itu selama menjadi polemik, karena sebelumnya ditetapkan oleh Kementrian dalam negeri masuk Provinsi Sumatra Utara.  

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang terlibat dalam rapat video conference tersebut mengatakan, keputusan Presiden ini didasarkan pada temuan dokumen lama Keputusan Menteri Dalam Negeri yang menegaskan keempat pulau tersebut berada dalam wilayah Aceh.

“Jadi kami telah membicarakan soal empat  pulau dan alhamdulillah tadi berdasarkan temuan baru dari Pak Mendagri,” ujar Dasco.

Temuan itu berupa dokumen sejarah berupa Keputusan Mendagri tentang kesepakatan dua gubernur lama yang ditandatangani oleh Raja Inal Siregar, Gubernur Sumatra Utara, yang menyepakati empat pulau itu masuk ke dalam wilayah Aceh. Dasco sebelumnya menyatakan, Presiden Prabowo tak ingin polemik empat pulau sehingga mengambil alih langsung dari Kemendagri.

"Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI, bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara," kata Dasco pada Sabtu,  14 Juni 2025 lalu.

Awal Polemik Empat Pulau

Polemik empat pulau Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Lipan, berawal ketika terbit keputusan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.

Keputusan Kemendagri yang diterbitkan  pada 25 April 2025 itu menyatakan empat pulau yang sebelumnya di wilayah Aceh berubah masuk dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. 

Hal itu menjadi polemik, karena secara historis empat pulau itu masuk dan dimilik Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Bahkan Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf atau akrab disapa Mualem mengungkap kemarahan terkait perubahan peta wilayah yang menggeser empat pulau dari wilayahnya.

"Macam mana kita duduk bersama, itu kan hak kami, kepunyaan kami, milik kami," kata Mualem saat ditanya terkait tawaran pengelolaan empat pulau secara bersama oleh dua provinsi, Aceh dan Sumut, Jumat 13 Juni lalu .

Mualem menolak keputusan Mendagri. Sedangkan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, tak langsung mengalah, dengan dalih pengalihan empat pulau itu ke Sumatera Utara kewenangan Kemendagri.

"Enggak ada wewenang Provinsi Sumut kami pemerintah daerah ada batasan wewenang," ujar Bobby  saat itu.

Polemik empat pulau milik Aceh itu membuat mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla turut memberikan masukan. Tercatat Jusuf Kalla merupakan salah satu sosok sentral perdamaian Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia. Sedangkan salah satu  isi dalam perjanjian Helsinki menyebutkan ; tetap terpelihara dan tidak mengubah undang-undang yang telah berlaku terkait batas wilayah Aceh dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri.

 "Di UU tahun 1956, ada UU tentang Aceh dan Sumatera Utara oleh Presiden Soekarno yang intinya adalah, dulu Aceh itu bagian dari Sumatera Utara, banyak residen,” ujar Kalla.

Menurut Kalla, beleid yang mengatur batas wilayah tersebut adalah undang-undang yang menjadi rujukan pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian Helsinki dengan kelompok GAM pada 2005.

“Karena banyak yang bertanya, membicarakan tentang pembicaraan atau MoU di Helsinki. Karena itu saya bawa MoU-nya. Mengenai perbatasan itu, ada di poin 1.1.4, yang berbunyi 'Perbatasan Aceh, merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956. Jadi, pembicaraan atau kesepakatan Helsinki itu merujuk ke situ,” ujar Kalla menjelaskan.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956, meresmikan Provinsi Aceh dengan kabupaten-kabupaten yang ada sebagai hukum formal. Kalla menyebut pengalihan empat pulau dengan mengubah legalitas undang-undang merupakan otomatis cacat formal. Ia mengingatkan pengubahan batas wilayah pulau juga menyangkut harga diri masyarakat Aceh  yang telah disepakati sejak puluhan tahun silam.  

"Ya, itu pulaunya tidak terlalu besar. Jadi, bagi Aceh itu harga diri. Kenapa diambil? Dan itu juga masalah kepercayaan ke pusat. Jadi, saya kira dan yakin ini agar diselesaikan sebaik-baiknya demi kemaslahatan bersama,"  ujar Kalla menjelaskan.

Langkah Terbaik Presiden

Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka menyambut baik keputusan Presiden Prabowo Subianto yang mengambil alih penyelesaian polemik empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumut. Rieke mengatakan, Kepmendagri  Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan akta perdamaian Helsinki.

"Provinsi Aceh lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956. Undang-Undang ini menjadi pijakan pula Perjanjian Helsinki 15 Agustus 2005,” ujar Rieke.

Menurut dia, dalam perjanjian ada poin 1.1.4 yang menegaskan batas wilayah Aceh meliputi seluruh wilayah Keresidenan Aceh, termasuk wilayah Singkil dan pulau-pulaunya. Dengan begitu, Rieke menilai  Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 batal demi hukum. Ia juga  merekomendasikan dialog antara Sumut dan Aceh untuk menegaskan wilayah administratif harus sesuai perundangan yang berlaku.

Ia juga merekomendasikan pemerintah agar merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1956 untuk menguatkan Provinsi Aceh, termasuk menjaga pulau, perairan dan ekosistemnya.

"Revisi tersebut harus berperspektif untuk kesejahteraan rakyat dan keselamatan lingkungan Aceh," kata Rieke menjelaskan.

Tak hanya mendapat dukungan dari Senayan, sikap presiden Prabowo yang mengambil alih penyelesaian polemik empat pulau di Aceh juga mendapat dukungan dari organisasi Muhammadiyah.  Pimpinan Pusat  Muhammadiyah mendukung Presiden Prabowo Subianto turun tangan menyelesaikan polemik empat pulau Aceh yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri.

"Kami berharap kepada Presiden Prabowo agar masalah keempat pulau yang telah memantik terjadinya dinamika politik tersebut dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya," ujar Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas.

Menurut Anwar polemik empat pulau itu telah menimbulkan ketersinggungan dari masyarakat dan Pemerintah Aceh. Padahal, secara historis dan administratif, pulau-pulau itu diyakini oleh banyak pihak, termasuk mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, merupakan bagian dari Kabupaten Aceh Singkil.

Anwar mengatakan, persoalan itu bukan sekadar sengketa administratif, melainkan menyangkut stabilitas nasional. "Sebab kalau kita gagal menangani masalah ini, maka tidak mustahil akan menimbulkan disintegrasi bangsa dan kita tentu saja tidak mau hal itu terjadi," ujar Anwar menegaskan.

Ia mengingatkan bangsa Indonesia telah melewati masa-masa kelam konflik bersenjata antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) selama puluhan tahun. Perjanjian Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 silam, menjadi tonggak penting terwujudnya perdamaian di Aceh. Sedangkan masalah penetapan wilayah tidak ditangani dengan tepat, bukan tidak mungkin akan mengganggu harmoni dan stabilitas nasional. "Karena konsistennya kita dalam mematuhi kesepakatan yang ada maka perdamaian di Aceh bisa terwujud dengan baik,"  katanya.

Membantah Tuduhan  

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) RI Bima Arya Sugiarto, membantah isu yang menyebutkan empat pulau sengketa merupakan hadiah Mendagri Tito Karnavian untuk mantan Presiden RI, Joko Widodo sekaligus mertua Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Bobby Nasution.

"Tudingan itu (hadiah pulau untuk Jokowi) sangat tidak benar," kata Bima.

Ia menegaskan tidak ada kepentingan politis apapun di balik Kepmendagri Nomor: 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau.

Ia menegaskan keputusan Mendagri itu merupakan tugas negara, berdasarkan proses dan hukum yang berlaku. "Tidak ada kepentingan apa pun kecuali menjalankan tugas negara untuk menentukan batas wilayah sesuai dengan proses dan hukum yang berlaku," ujar Bima.

Isu yang menyebut Kepmendagri itu bagian dari hadiah yang diberikan Tito kepada Jokowi juga  dibantah secara tegas oleh Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, sekaligus menantu Jokowi.

"Hadiah apa? Memang itu pulau bisa dipindahin?" kata Bobby.

Bobby menyampaikan empat pulau itu masuk bagian Kabupaten Tapanuli Tengah. Sehingga ia menilai tidak tepat bila disebut hadiah untuk Jokowi atau dirinya.  "Berarti hadiahnya bukan ke Bobby Nasution, hadiahnya ke Masinton (Bupati Tapteng)," kata Bobby menegaska. (*)

BERITALAINNYA
BERITATERKINI