Curahan Hati Bupati Tak Bisa Berbuat Banyak Saat Tambang Nikel Babat 'Kekayaan' Raja Ampat
SinPo.id - Besarnya kewenangan pemerintah pusat membuat peran pemerintah daerah (pemda) dalam mengelola kekayaan alam terbatas. Pemda bahkan kerap menjadi 'kambing hitam' atas kerusakan-kerusakan di wilayah kerjanya.
Demikian suara Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, di balik gaduhnya tambang nikel yang merusak lingkungan Raja Ampat, Papua Barat Daya, wilayah yang kaya akan kekayaan alamnya.
Menyedihkannya, Orideko sebagai pucuk pimpinan di Raja Ampat tak bisa berbuat banyak ketika tambang nikel menggerus keindahan alam daerahnya. Dia menegaskan pemda selama ini kesulitan melakukan intervensi tambang nikel yang diduga merusak dan mencemari hutan serta ekosistem yang ada.
"97 persen Raja Ampat adalah daerah konservasi, sehingga ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena kewenangan kami terbatas," kata Orideko dikutip Sabtu, 8 Juni 2025.
Untuk itu, Orideko meminta pemerintah pusat betul-betul meninjau pembatasan kewenangan pengelolaan hutan sebagai bagian dari upaya melestarikan alam dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Orideko menjelaskan jika Kabupaten Raja Ampat terdiri dari 117 kampung atau desa dan 24 distrik. Raja Ampat bahkan menjadi salah satu daerah yang dianugerahi kekayaan alam yang luar biasa dari mulai hutan dan laut yang bisa dimanfaatkan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
"Kita memiliki laut dan hutan yang luas, kemudian potensi wisata yang telah terkenal bahkan mendapatkan predikat Geopark dari Unesco," katanya.
Menurut dia, pembatasan kewenangan pengelolaan hutan yang saat ini berlaku membuat masayarakat lokal kesulitan dalam mengakses dan mengelola sumber daya hutan. Hal ini berdampak kepada minimnya kesejahteraan masyarakat di daerah serta upaya pelestarian alam.
"Hutan ini tidak hanya berfungsi sebagai penyangga kehidupan masyarakat lokal, tetapi juga sebagai habitat bagi berbagai spesies endemik dan langka," ucapnya.
Orideko menekankan ketika kewenangan itu hanya datang dari Jakarta, maka pemerintah daerah dan masyarakat Raja Ampat hanya menjadi penonton atas kekayaan alam yang ada.
"Yang menjadi pertanyaan adalah adanya Undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) itu untuk apa. Saya pikir Otsus hadir untuk memberikan keleluasaan bagi kami mengelola dan memanfaatkan potensi yang ada tanpa intervensi pihak lain," kata Orideko.
Dia berharap DPR bersama pemerintah pusat meninjau kembali pembatasan kewenangan terkait pengelolaan hutan tersebut. Pemerintah pusat bisa memberikan kesempatan bagi daerah dan masyarakat lokal lebih terlibat dalam pengelolaan hutan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) memberikan sanksi terhadap empat perusahaan pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Keempat perusahaan itu terdiri dari PT Gag Nikel, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Mulia Raymond Perkasa.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan prinsip kehati-hatian serta keberlanjutan akan menjadi dasar penindakan terhadap pelanggaran lingkungan.
"Penambangan di pulau kecil adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip keadilan antargenerasi. KLH/BPLH tidak akan ragu mencabut izin jika terbukti merusak ekosistem yang tak tergantikan," kata Hanif dalam keterangannya, Kamis, 5 Juni 2025.
