Petaka Longsor Gunung Kuda

Laporan: Tim Redaksi
Rabu, 04 Juni 2025 | 07:14 WIB
Ilustrasi (Sinpo.id/Wawan Wiguna)
Ilustrasi (Sinpo.id/Wawan Wiguna)

SinPo.id -  Duka menyelimuti kawasan Gunung Kuda, Cipanas, Cirebon, Jawa Barat, setelah longsor besar di area pertambangan, Jumat 30 Mei 2025 lalu. Petaka itu terjadi pukul 09.30 WIB, menyebabkan 14 penambang ditemukan tewas di tempat, sedangkan delapan lainnya masih dalam pencarian hingga Sabtu malam.

Peristiwa itu membuat pemerintah setempat menetapkan status tanggap darurat bencana sekaligus berkoordinasi intensif dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Proses evakuasi sempat dihentikan sementara karena minimnya pencahayaan di lokasi saat malam hari.

“Kami mengimbau masyarakat agar tidak mendekati area longsor demi keselamatan. Situasi masih berbahaya,” ujar Sekretaris daerah Jawa Barat Herman Suryatman, di lokasi kejadian Sabtu 31 Mei 2025.

Herman menyatakan Pemprov Jabar, Pemkab Cirebon, dan Forkopimda menyampaikan belasungkawa. Menurut dia, selain korban tewas dan hilang, terdapat empat orang luka-luka yang sudah mendapatkan penanganan medis.

Petaka longsor di area penambangan galian C itu membuat pemerintah  menghentikan aktivitas dihentikan untuk menjamin keamanan dan memperlancar proses pencarian korban. Tragedi itu mengguncang warga setempat yang sebagian besar menggantungkan hidup dari aktivitas tambang. Sejumlah keluarga korban masih menunggu kepastian nasib anggota keluarganya di sekitar Posko pencarian.

Tercatat total korban tewas dalam petaka Gunung Kuda mencapai 17 orang, terdiri dari 14 orang pada hari pertama dan 3 orang pada hari kedua.

Berdasarkan data yang ada di Posko pencarian menyebutkan, pada Sabtu akhir Mei lalu masih ada delapan warga yang diprediksi masih tertimbun. Sedangkan tiga korban tertimbun berhasil ditemukan pada Sabtu pagi, sehari usai kejadian, tepatnya 31 Mei 2025.

Memaksa Aktivitas Meski Sudah dilarang

Temuan polisi menyebutkan aktivitas tambang galian C di gunung kuda ilegal, hal itu mengacu surat larangan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan tanpa persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang ditujukan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

“Surat larangan dari Kantor Cabang Dinas ESDM VII Cirebon untuk pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan tanpa persetujuan RKAB Tanggal 8 Januari 2025," kata  ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan.

Polisi langsung menetapkan tersangka tak lama usai petaka longsor yang merenggut banyak nyawa itu. Tercatat polisi menetapkan pemilik Koperasi Pondok Pesantren Al Azariyah sekaligus penanggung jawab operasional tambang, Abdul Karim  dan Kepala Teknik Tambang (KTT) Ade Rahman sebagai tersangka.

Menurut catatan polisi kedua tersangka tetap ngotot membuka area tambang meski ada larangan.

“Tersangka AK mengetahui adanya surat larangan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan tanpa persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang ditujukan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan mengetahui surat larangan dari Kantor Cabang Dinas ESDM VII Cirebon untuk pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan tanpa persetujuan RKAB Tanggal 8 Januari 2025," ujar Hendra  menjelaskan.

Kedua tersangka punya peran berbeda, Abdul Karim mengetahui operasional tambang sudah dilarang sejak Januari lalu. Namun operasional masih dilakukan hingga kejadian bencana longsor terjadi.

Bahkan penerbitan kembali surat peringatan yang ditujukan kepada pemegang IUP Ketua Kopontren Al-Azhariyah pada Tanggal 19 Maret 2025 untuk menghentikan kegiatan usaha pertambangan tahap operasi produksi sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan, juga tak dihiraukan.

Tersangka Ade Rahman, menurut Hendra mengetahui adanya surat larangan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan tanpa persetujuan RKAB yang ditujukan kepada pemegang IUP dan mengetahui surat peringatan dari Kantor Cabang Dinas ESDM VII Cirebon untuk menghentikan kegiatan usaha pertambangan secara khusus pada lokasi TKP.

"Tersangka AK (Abdul Karim) tetap melaksanakan kegiatan pertambangan dan memerintahkan tersangka AR (Ade Rahman) Untuk menjalankan operasional kegiatan pertambangan," ujar Hendra menjelaskan.

Sedangkan laporan Badan Geologi Kementerian ESDM menyebutkan hasil analisis bencana gerakan tanah yang terjadi di area tambang Galian C, Gunung Kuda, disebabkan beberapa faktor. Pertama kemiringan lereng tebing yang sangat terjal lebih dari 45 derajat.

Termasuk lokasi gerakan tanah berada di area tambang terbuka dengan metode penambangan teknik under cutting Kondisi tanah pelapukan dan litologi batuan yang labil.  Secara geografis, gerakan tanah ini terletak pada koordinat 6,77399° LS dan 108,40123° BT.  

"Gerakan tanah longsor diperkirakan berupa longsoran atau runtuhan bahan rombakan (batu dan tanah) yang dipicu oleh kemiringan lereng yang sangat terjal dan gangguan pada lereng akibat pemotongan lereng," kata Wafid Kepala Badan Geologi, Badan Geologi Kementerian ESDM, M Wafid.

Wafid mengacu peta Geologi Lembar Arjawinangun, Jawa, menunjukkan batuan penyusun di daerah bencana termasuk dalam satuan batuan terobosan Andesit Hipersten (Hya) yang memiliki komposisi mineral hipersten, plagioklas, dan sedikit kuarsa.

Sedangkan berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, daerah bencana terletak di Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi.

Temuan itu dikuatkan Peta Prakiraan Wilayah Terjadinya Gerakan Tanah Provinsi pada bulan Mei 2025, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, daerah bencana terletak pada Prakiraan Gerakan Tanah Tinggi.

"Artinya, daerah ini mempunyai potensi tinggi untuk terjadi gerakan tanah. Pada zona ini, dapat terjadi gerakan tanah jika curah hujan di atas normal, sedangkan gerakan tanah lama dapat aktif kembali," ujar Wafid menjelaskan.

Sikap Pemerintah

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memastikan mencabut izin tambang galian C di kawasan Gunung Kuda, Cirebon, Jawa Barat.  Dedi yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) membenarkan tambang yang dikelola Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah itu, sudah beberapa kali mendapat peringatan dari Pemprov Jabar terkait risiko keselamatan kerja.

"Dinas ESDM Jabar sudah beberapa kali memberikan surat peringatan tentang bahaya pengelolaan tambang ini," kata KDM.

Menurut KDM, pencabutan izin sebagai sanksi administratif karena pengelola tambang dinilai tidak memiliki standar keamanan kerja yang memadai. Selain tambang Al-Azhariyah, Pemprov Jabar juga menghentikan operasional dua tambang lain di sekitar lokasi yang dikelola yayasan.

"Tiga-tiganya sudah kami tutup tadi malam" ujar  KDM menegaskan.

Ia mengatakan izin tambang di kawasan Gunung Kuda, diterbitkan pada 2020 dan akan habis pada Oktober 2025. Izin itu diterbitkan sebelum ia menjabat gubernur, sehingga ia tak bisa membatalkan izin secara langsung.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengatakan, longsor tambang batu alam Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat menimbulkan korban jiwa, menjadi alasan kemungkinan pemerintah pusat mengambil alih izin usaha pertambangan (IUP) di daerah-daerah.

Menurut Bahlil, sejumlah izin tambang galian C di daerah, terasuk di kawasan Gunung Kuda, Cirebon sudah didelegasikan kewenangannya kepada Pemprov Jawa Barat sejak 2022.  hal itu mengacu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2022.

"Dengan kejadian seperti ini, maka tidak menutup kemungkinan sedang kami pertimbangkan untuk kita lakukan evaluasi total," ujar Bahlil.

Bahlil akan meminta Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM untuk melakukan evaluasi total. Langkah itu dilakukan usai penutupan dan pencabutan izin tambang di Gunung Kuda oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

"Kalau memang dilihat ada penyalahgunaan, maka izinnya tidak menutup kemungkinan untuk dikembalikan lagi ke pusat," ujar Bahlil menegaskan.

Meski ia menyebutkan, keputusan itu masih menunggu hasil investigasi yang dilakukan tim Kementerian ESDM di lapangan.

"Hasilnya belum dilaporkan ke saya, karena sebagian tim masih di sana," katanya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI