Legislator NasDem Dorong Sistem Pendidikan Nasional Dievaluasi Secara Menyeluruh
SinPo.id - Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI Tamanuri mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pendidikan dasar secara nasional. Perbaikan harus segera dilakukan agar sistem pendidikan di Tanah Air berjalan sesuai harapan.
Demikian disampaikan Tamanuri merespons temuan 375 siswa tingkat SMP di Kabupaten Buleleng, Bali, yang belum mampu membaca dan menulis. Dia menilai persoalan serupa mungkin terjadi di daerah lain namun belum terdata.
"Nah, jadi mudah-mudahan dari Komisi X, dalam rangka Raker dengan Menteri, mereka sudah bisa sampaikan hal-hal seperti itu. Sebetulnya, kejadian ini bukan kejadian hanya di Buleleng, tapi yang lain belum melaksanakan pendataan," kata Tamanuri dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu, 24 Mei 2025.
Tamanuri berharap Komisi X DPR RI bisa merumuskan langkah-langkah konkret untuk mengatasi persoalan tersebut. Sekalipun, dari laporan Bupati Buleleng, terdapat kelainan dari para siswa.
“Ya, tadinya justru kita terperanjat menerima informasi itu. Nah, pikir kita ya masa ada orang yang seperti itu di Buleleng? Rupanya setelah kita mendapat laporan dari Bupati bahwa ini ada kelainan. Tapi yang penting adalah langkah-langkah untuk ke depan, bagaimana untuk mengatasi masalah anak-anak ini," ucapnya.
Lebih lanjut, Legislator dari Fraksi Partai NasDem itu menyampaikan bahwa fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan kenaikan kelas otomatis yang diterapkan secara masif di berbagai sekolah saat Pandemi Covid-19.
Dia menilai praktik tersebut justru merugikan peserta didik karena tidak memberikan ruang evaluasi terhadap pencapaian kompetensi dasar.
"Guru-gurunya merasa takut, merasa diancam segala macam. Sehingga mereka naik-naikan aja, padahal dia tidak menurut persyaratan. Oleh karena itu mereka naik-naikan aja, padahal sampai di SMP nggak bisa baca, nggak bisa tulis," katanya.
Data Asesmen Nasional 2023 yang dirilis oleh Kemendikbudristek mencatat bahwa sekitar 38,5 persen siswa SD belum mencapai kompetensi minimum dalam literasi membaca. Jumlah ini bahkan lebih sedikit dibandingkan siswa SMP yang mencapai 41 persen siswa belum memiliki kompetensi di atas minimum.
