Kemandirian Fiskal Pemda Dinilai Belum Maju Secara Signifikan
SinPo.id - Persoalan kemandirian fiskal pemerintah daerah belum mengalami kemajuan signifikan sejak diberlakukannya otonomi daerah. Hal itu muncul dalam rapat kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI, bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan 13 Gubernur dari berbagai wilayah di Indonesia, Selasa 29 April 2025 kemarin.
“Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 hingga UU No. 23 Tahun 2014, harapan untuk mendorong kemandirian fiskal belum sepenuhnya tercapai. Banyak daerah justru makin bergantung pada dana transfer dari pusat,” ujar angota komisi II DPR RI, Wahyudin Noor Aly, Selasa 29 April 2025.
Wahyudin yang akrab disapa Goyud yang merupakan Kapoksi Fraksi PAN itu memaparkan sejumlah penyebab utama yang menghambat kemandirian fiskal daerah. “Ada ketimpangan Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD): Tidak semua daerah memiliki basis ekonomi yang kuat,” kata Goyud menambahkan.
Menurut dia, sebagian besar PAD terkonsentrasi di kota besar dan daerah kaya sumber daya, sementara daerah tertinggal masih sangat tergantung pada dana pusat. Selain itu desain Dana Transfer yang Bersifat “Menyelamatkan”, Bukan Memandirikan: Dana seperti DAU cenderung hanya menutup kekurangan fiskal, bukan memacu inovasi dan kemandirian fiskal.
“Sedangkan fragmentasi Kewenangan dan Perubahan Regulasi undang-undang nomor 23 Tahun 2014 menarik kembali sejumlah kewenangan strategis ke pemerintah pusat, seperti pendidikan menengah, kehutanan, dan pertambangan, yang mengurangi potensi PAD daerah,” ujar Goyud menjelaskan.
Goyud menyebut lemahnya Kapasitas Fiskal dan Manajerial Daerah menimbulkan banyak daerah menghadapi keterbatasan dalam menggali pajak dan retribusi secara optimal akibat lemahnya SDM, sistem informasi yang belum terintegrasi, dan manajemen aset daerah yang tidak profesional.
“Di sisi lain kesenjangan Politik dan Kepemimpinan: Tidak semua kepala daerah memiliki komitmen memperkuat PAD dan lebih memilih program populis berbasis dana transfer pusat,” kata Goyud menjelaskan.
Ia juga menyebut adanya sistem alokasi transfer belum sepenuhnya berbasis kinerja, di antranya sistem insentif seperti Dana Insentif Daerah (DID) belum efektif mendorong kinerja fiskal karena tidak murni merit-based.
Anggota DPR asal Brebes Jateng itu menegaskan perlunya reformasi kebijakan fiskal daerah yang mendorong inovasi, memperluas kewenangan ekonomi strategis di daerah, dan memberikan insentif nyata bagi daerah yang berhasil meningkatkan PAD secara berkelanjutan.
“Pemerintah pusat dan daerah harus bersinergi lebih kuat untuk mendorong transformasi fiskal yang adil dan berkelanjutan. Kemandirian fiskal adalah fondasi utama dari otonomi yang sejati,” kata Goyud menjelaskan. (*)

