Heboh Makam Keramat Palsu di Cianjur Dibongkar Warga
SinPo.id - Warga Desa Cikancana, Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur, dibuat geger dengan temuan delapan makam keramat palsu yang dibangun tanpa dasar jelas. Makam-makam tersebut akhirnya dibongkar oleh warga bersama pemerintah desa karena dianggap menyesatkan dan meresahkan masyarakat.
Kepala Desa Cikancana, Nanang, menjelaskan bahwa awalnya hanya terdapat satu makam leluhur yang diyakini benar oleh masyarakat setempat. Namun sejak tahun 2022, tiba-tiba muncul delapan makam baru di sekitar lokasi tersebut.
“Awalnya satu makam, lalu tiba-tiba menjadi sembilan. Setelah ditelusuri, ternyata delapan di antaranya dibuat oleh sejumlah warga yang mengaku mendapatkan petunjuk melalui mimpi,” ungkap Nanang.
Petunjuk Mimpi Jadi Alasan Bangun Makam
Warga yang membangun delapan makam baru berasal dari wilayah Padarincang, Cipanas, dan Ciwalen, Sukaresmi. Mereka mengklaim sebagai tokoh agama dan menyebut bahwa pembangunan makam tersebut adalah hasil dari “ilafat” atau petunjuk gaib yang diterima lewat mimpi.
Namun, klaim tersebut justru menimbulkan keresahan, terutama karena makin banyak peziarah datang ke lokasi yang ternyata tidak memiliki dasar sejarah atau kejelasan asal usul.
“Kami khawatir ini menyesatkan warga. Karena itu, kami berkoordinasi dengan Forkopimcam dan tokoh masyarakat untuk melakukan pembongkaran,” ujar Camat Sukaresmi, Latif Ridwan.
Musyawarah dan Persetujuan Pembongkaran
Setelah melalui musyawarah dan pertimbangan dari berbagai pihak, termasuk kuncen (juru kunci makam) dan masyarakat sekitar, diputuskan bahwa delapan makam tambahan tersebut dibongkar.
Kapolsek Sukaresmi, Hadi Kurniawan, menyampaikan bahwa pihak pembuat makam pun bersedia dan tidak keberatan makam-makam tersebut dibongkar.
“Mereka mengaku itu bukan makam, tapi makom atau patilasan. Namun saat ditanya lebih lanjut, mereka tidak bisa menjelaskan secara jelas siapa yang dimaksud dalam masing-masing 'makom' tersebut,” ucapnya.
Pembongkaran ini menjadi langkah preventif pemerintah dan masyarakat untuk mencegah munculnya praktik-praktik yang dapat menimbulkan kesesatan atau penyimpangan di tengah masyarakat religius seperti Cianjur yang dikenal sebagai Kota Santri.

