Bapanas: Tarif Impor AS Jadi Momentum Tingkatkan Produksi Pangan Dalam Negeri

Laporan: Tio Pirnando
Jumat, 04 April 2025 | 14:35 WIB
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi. (SinPo.id/Setpres)
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi. (SinPo.id/Setpres)

SinPo.id - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menilai, penerapan tarif timbal balik oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, merupakan momentum bagi Indonesia untuk lebih mandiri dalam produksi pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor. Terlebih, Indonesia juga termasuk dalam pengenaan tarif timbal balik sebesar 32 persen.

"Pada saat currency rate tinggi, harga pangan dunia tinggi, kemudian pemberlakuan tarif yang tinggi dari beberapa negara bukan cuma Donald Trump, ini waktunya kita meningkatkan produksi dalam negeri," kata Arief dalam keterangannya, Jumat, 4 April 2025.

Menurut Arief, sangat penting untuk meningkatkan cadangan pangan pemerintah (CPP). Hal ini bisa digunakan dalam menjaga kestabilan harga pangan di pasar, terutama di daerah-daerah dengan kebutuhan lebih tinggi.

"Bolak-balik saya selalu sampaikan cadangan pangan pemerintah. Ini saya nggak bosan mengulang-ulang," ujar Arief.

Selain itu, pengembangan teknologi yang dapat memperpanjang masa simpan (safe life) produk pangan juga sangat penting. Tujuannya siapa dapat menghindari kerugian akibat penurunan kualitas saat distribusi.

"Misalnya tadi pada saat karkas, live bird harganya rendah, dibeli tetap dengan harga yang bagus, kemudian digunakan airbrush freezer, simpan dalam cold storagefrozen condition. Jadi harga bisa tetap stabil," tukasnya.

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump  mengumumkan kebijakan tarif impor pada Rabu, 2 April 2025 waktu setempat. Ia menerapkan tarif minimal 10 persen terhadap semua produk yang masuk ke AS dari semua negara.

Selain itu, Trump juga menerapkan tarif timbal balik (reciprocal tarifs) yang lebih tinggi sebagai respons balasan terhadap beberapa negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Tarifnya bervariasi, misalnya Indonesia dengan besaran tarif yang diterapkan 32 persen, Cina 34 persen, dan Uni Eropa 20 persen.

Kemudian, Malaysia, Kamboja, Vietnam serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24 persen, 49 persen, 46 persen, dan 36 persen.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI