Peredaran Rokok Polos Capai 95,44%, Kerugian Negara Tembus Rp 97,81 Triliun

Laporan: Tim Redaksi
Senin, 17 Februari 2025 | 03:53 WIB
Ilustrasi rokok (pixabay)
Ilustrasi rokok (pixabay)

SinPo.id -  Peredaran rokok ilegal di Indonesia sepanjang tahun 2024 mengalami peningkatan signifikan. Data terbaru menunjukkan bahwa rokok polos tanpa pita cukai mendominasi pasar sebesar 95,44%, diikuti oleh rokok palsu (1,95%), salah peruntukan atau saltuk (1,13%), rokok bekas (0,51%), dan salah personalisasi atau salson (0,37%). Akibatnya, kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 97,81 triliun.

Lonjakan Peredaran Rokok Ilegal hingga 46,95%

Direktur Eksekutif Indodata Research Center, Danis Saputra Wahidin, mengungkapkan bahwa temuan ini selaras dengan hasil kajian Indodata yang telah melakukan survei terkait peredaran rokok ilegal di Indonesia sepanjang 2024.

"Hasil kajian memperlihatkan bahwa peredaran rokok ilegal terus meningkat. Dari 28% naik menjadi 30%, dan pada 2024 melonjak ke angka 46%. Maraknya rokok ilegal, terutama rokok polos tanpa pita cukai, menyebabkan potensi kerugian negara mencapai Rp 97,81 triliun," ujar Danis dalam keterangannya, Sabtu 15 Februari 2025.

Menurut Danis, kenaikan jumlah rokok ilegal dipicu oleh shifting konsumsi dari rokok legal ke ilegal. Harga cukai yang semakin tinggi tidak efektif menekan angka perokok, justru mendorong mereka beralih ke rokok murah yang beredar secara ilegal.

"Para perokok tidak lagi membeli rokok mahal, tetapi beralih ke rokok ilegal yang lebih murah. Kenaikan harga cukai ternyata tidak efektif mengurangi jumlah perokok di Indonesia," tambahnya.

Perlu Pengawasan dan Penegakan Hukum Ketat

Indodata menekankan pentingnya pengawasan ketat dan penegakan hukum yang lebih ekstra untuk menekan peredaran rokok ilegal. Danis berharap Presiden Prabowo Subianto dapat memberikan arahan kepada kementerian dan lembaga terkait untuk menyusun kebijakan berbasis data yang objektif, komprehensif, dan inklusif guna mengatasi permasalahan ini.

"Kebijakan rokok harus didukung oleh kajian yang sahih dan transparan agar implementasinya lebih efektif dan efisien. Peredaran rokok ilegal perlu diawasi dengan lebih ketat demi melindungi industri rokok legal serta mengoptimalkan pendapatan negara," tegas Danis.

Selain itu, ia mengingatkan bahwa industri hasil tembakau (IHT) melibatkan banyak pemangku kepentingan, mulai dari petani tembakau, petani cengkeh, buruh, hingga produsen. Oleh karena itu, kebijakan terkait cukai dan harga jual eceran (HJE) harus dirumuskan dengan melibatkan semua pihak agar dampaknya tidak justru merugikan sektor lain.

"Regulasi IHT harus mempertimbangkan berbagai aspek secara hati-hati dan komprehensif agar tidak menimbulkan dampak negatif yang bisa mengurangi efektivitas kebijakan," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI