Bangladesh Tahan 33 Pengungsi Rohingya yang Menyusup dari Myanmar
SinPo.id - Pasukan penjaga perbatasan Bangladesh telah menahan 33 warga Rohingya dari Myanmar, termasuk wanita dan anak-anak, atas dugaan menyusup melalui zona perbatasan Alikadam di distrik Bandarban, bagian tenggara Bangladesh.
Menurut pejabat Penjaga Perbatasan Bangladesh (BGB), Badruddin Kamal, operasi ini dilakukan pada Sabtu 8 Februari 2025 berdasarkan laporan intelijen.
"Kami menahan 33 Rohingya saat mereka mencari perlindungan di kantor proyek tempat penampungan di Alikadam," ujar Kamal kepada Anadolu pada Minggu 9 Februari 2025.
Para pengungsi yang ditahan terdiri dari 9 wanita, 10 pria, dan 14 anak-anak. Mereka menyusup melalui berbagai perantara dengan harapan mendapatkan perlindungan akibat konflik yang semakin memanas di Myanmar.
"Saat ini, proses pemulangan paksa terhadap 33 Rohingya yang ditahan sedang berlangsung," tambahnya.
Sebelumnya, pada 11 Januari 2025, BGB juga telah menahan 53 Rohingya yang masuk secara ilegal dari Myanmar melalui rute yang sama.
Bangladesh kini menghadapi beban pengungsi yang semakin berat, terutama di distrik Cox’s Bazar, yang telah menampung lebih dari 1,2 juta pengungsi Rohingya sejak mereka melarikan diri dari tindakan keras militer Myanmar pada Agustus 2017.
Konflik antara pemerintah junta Myanmar dan kelompok pemberontak Tentara Arakan (AA) telah memicu gelombang baru pengungsi Rohingya yang berusaha melintasi perbatasan Bangladesh untuk mencari perlindungan di kamp-kamp pengungsi Cox’s Bazar.
Kepala pemerintahan transisi Bangladesh, Muhammad Yunus, bulan lalu menyatakan bahwa sekitar 100.000 Rohingya lainnya telah memasuki Bangladesh dalam beberapa bulan terakhir, menambah tekanan pada sumber daya negara.
Dengan semakin bertambahnya jumlah pengungsi, Bangladesh terus memperketat keamanan di perbatasan untuk mencegah penyusupan lebih lanjut. Pemerintah juga berupaya mencari solusi jangka panjang melalui kerjasama internasional dan negosiasi dengan Myanmar untuk memastikan pemulangan aman bagi para pengungsi Rohingya.
Sementara itu, krisis kemanusiaan yang dialami pengungsi Rohingya terus menjadi perhatian global, dengan berbagai organisasi hak asasi manusia menyerukan bantuan lebih lanjut bagi mereka yang terkena dampak perang di Myanmar.

