Sukamta: Kesalahan Informasi Nilai Tukar Rupiah Bisa Berdampak Serius

SinPo.id - Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, menegaskan pentingnya akurasi dan ketelitian dalam penyajian informasi ekonomi di ranah digital. Hal ini disampaikannya sebagai respons terhadap ketidakakuratan nilai tukar Rupiah (IDR) dalam hasil pencarian Google Search, yang berpotensi menyesatkan masyarakat dan pelaku usaha.
“Kesalahan informasi nilai tukar Rupiah dapat berdampak serius pada kepercayaan masyarakat dan stabilitas ekonomi nasional. Ini bukan sekadar kekeliruan teknis, tetapi bisa memicu kepanikan pasar, mengganggu kebijakan ekonomi pemerintah, serta memengaruhi keputusan pelaku usaha dan investor,” ujar Sukamta dalam keterangannya di Jakarta, Minggu 2 Februari 2025.
Sukamta juga mempertanyakan apakah ketidakakuratan ini murni kesalahan teknis atau ada motif tertentu di baliknya.
“Apakah Google mulai berpolitik? Apakah ini bagian dari dinamika global yang pernah kita saksikan sebelumnya, seperti bagaimana George Soros memainkan peran dalam krisis ekonomi Asia tahun 1998?” tanya politisi Fraksi PKS ini.
Ia menyoroti bahwa dalam era digital, raksasa teknologi memiliki pengaruh besar terhadap persepsi publik dan stabilitas ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, ia mendesak Google untuk lebih transparan dalam menentukan sumber data yang digunakan, terutama terkait informasi ekonomi yang sensitif.
“Google harus terbuka dalam menjelaskan dari mana mereka mendapatkan data nilai tukar ini. Jangan sampai ada kepentingan tertentu yang ikut bermain dalam pengelolaan informasi publik, apalagi jika itu berdampak pada perekonomian negara,” tegasnya.
Sukamta menekankan bahwa kesalahan ini harus segera diperbaiki. Ia meminta Google untuk meningkatkan kerja sama dengan institusi resmi seperti Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan agar data yang disajikan akurat dan dapat dipercaya.
“Google memiliki tanggung jawab besar sebagai penyedia informasi global. Mereka harus memastikan bahwa data ekonomi yang ditampilkan bersumber dari lembaga yang kredibel dan terverifikasi, agar tidak menyesatkan publik,” tambahnya.
Ia juga mengajak pemerintah untuk lebih aktif dalam mengawasi penyebaran informasi ekonomi di platform digital.
“Regulasi yang lebih ketat diperlukan agar perusahaan teknologi global tidak seenaknya menyebarkan data yang bisa berdampak negatif bagi kestabilan ekonomi nasional,” ujarnya.
Sebagai langkah pencegahan, Sukamta mengimbau masyarakat untuk lebih kritis dan meningkatkan literasi digital dalam menyaring informasi.
“Jangan langsung percaya dengan data yang muncul di mesin pencari. Masyarakat perlu membiasakan diri untuk memverifikasi informasi ke sumber resmi, seperti Bank Indonesia atau Kementerian Keuangan,” pesannya.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini menjadi peringatan akan pentingnya kedaulatan digital.
“Kita tidak boleh terlalu bergantung pada platform teknologi asing dalam mengakses informasi strategis. Sudah saatnya Indonesia memperkuat sistem informasi ekonomi nasional yang lebih independen dan terpercaya,” pungkasnya.