Legislator PKB Sebut Revisi Paket UU Politik Jadi Tantangan 100 Hari Pemerintahan Prabowo
SinPo.id - Anggota Komisi II DPR RI Mohammad Toha menilai ada sejumlah tantangan yang harus diselesaikan pemerintah Presiden Prabowo Subianto dalam 100 hari kinerja pemerintahannya. Salah satunya, perbaikan sistem politik Tanah Air melalui merevisi paket undang-undang (UU) politik.
"Perbaikan sistem politik itu bisa dilakukan dengan revisi paket UU politik melalui sistem omnibus law, yang akan menggabungkan banyak UU, seperti UU Pemilu, Pilkada, Partai Politik, dan UU lainnya," kata Toha dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, 20 Januari 2025.
Legislator dari Fraksi PKB itu menyatakan ada banyak hal yang harus diperbaiki dalam sistem politik di Indonesia selepas pelaksanaan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Misalnya, terkait pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg).
"PKB mengusulkan agar pelaksanaan pileg dan pilpres dipisah, yaitu pileg dahulu baru kemudian pilpres," ujarnya.
Menurut dia, selama kedua pemilihan itu digelar serentak maka masyarakat lebih fokus terhadap pilpres. Sebaliknya gelaran pileg kurang mendapatkan perhatian.
"Akhirnya para caleg yang bertarung dalam pileg kurang mendapatkan atensi dari masyarakat. Pilpres lebih diminati," ucapnya.
Selain pileg dan pilpres, dia menilai sistem pelaksanaan pilkada juga harus diperbaiki. Menurut dia, pemilihan gubernur secara langsung tidak efektif dan efisien lantaran memakan anggaran yang sangat besar.
"PKB mengusulkan pilkada tingkat provinsi atau pemilihan gubernur dilakukan melalui DPRD provinsi, tidak lagi melalui pemilihan langsung oleh masyarakat," ucapnya.
Dia menyatakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD dapat menghemat anggaran. Toha mengatakan otonomi daerah sejatinya juga berada di tingkat kabupaten dan kota, bkan di tingkat provinsi.
"Jadi perlu ada pilkada langsung di level gubernur, cukup melalui DPRD saja," kata dia.
Toha melanjutkan tantangan pemerintahan Prabowo berikutnya adalah perpindahan ibu kota dan aparatur sipil negara (ASN) ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Dia mengatakan perpindahan ibu kota ke IKN tidaklah mudah dan membutuhkan persiapan yang matang dari pemerintah, serta tidak boleh tergesa-gesa.
Dia menekankan target Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) harus lebih realistis dan menerapkan target pencapaian pembangunan (milestone) yang terukur.
Sebab, ujarnya lagi, APBN 2025 untuk IKN masih sejumlah Rp6,3 triliun dari rancangan anggaran sebesar Rp400,3 triliun.
"Begitu juga soal perpindahan ASN ke IKN. Kemenpan RB harus menunggu arahan dan peraturan presiden (Perpres). Tidak mudah bagi ASN untuk pindah ke IKN. Selain soal infrastruktur, mereka juga harus beradaptasi dengan lingkungan," kata dia.