Sindikat Penipuan Online Manfaatkan Situasi Konflik di Myanmar dan Pandemi
SinPo.id - Kasus penipuan online yang melibatkan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) melonjak tajam dalam empat tahun terakhir. Pada 2020, hanya tercatat 15 kasus. Namun, jumlahnya meningkat menjadi 5.111 kasus pada 2024. Kamboja, Myanmar, Laos, dan Filipina menjadi pusat operasi sindikat kejahatan ini, yang mengandalkan judi online dan skema penipuan sebagai modus utamanya.
Menurut Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, fenomena ini semakin kompleks karena sebagian masyarakat menganggap aktivitas ini sebagai mata pencaharian. Dalam 5.111 kasus yang tercatat, hanya 1.290 yang tergolong sebagai TPPO, dengan korban mayoritas berasal dari daerah Sumatra Utara, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Jawa Tengah.
Penipuan online juga menunjukkan dimensi finansial besar. Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat lonjakan transaksi judi online dari Rp57,91 triliun pada 2021 menjadi Rp327,05 triliun pada 2023. Modus pencucian uang melalui cryptocurrency dan money changer membuat sindikat semakin sulit dilacak.
Korupsi di kalangan aparat penegak hukum turut memperburuk situasi. Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, menegaskan bahwa keterlibatan aparat melemahkan pemberantasan kejahatan, sementara pandemi COVID-19 memperluas peluang bagi sindikat. Direktur Migrant Care, Wahyu Susilo, mengungkap bahwa bahkan lulusan perguruan tinggi kini menjadi korban atau bagian dari jaringan ini.
Dalam diskusi bertajuk "Korupsi dan Kejahatan Siber", Ketua AJI Indonesia, Nany Afrida, menyoroti peran penting jurnalis dalam mengungkap kejahatan ini. Namun, risiko intimidasi membuat kolaborasi antarjurnalis menjadi penting. Untuk memberantas kejahatan ini, pemerintah perlu memperketat pengawasan platform judi online, memperbaiki sistem hukum, dan menjalin kerja sama internasional yang solid.

