MUI Usul Pakai Istilah Penguatan Kompetensi Pendakwah, Bukan Sertifikasi

Laporan: Tio Pirnando
Rabu, 11 Desember 2024 | 14:14 WIB
Wakil Ketua Wantim MUI Zainut Tauhid Sa'adi. (SinPo.id/dok. Pribadi) ​​​​​​​
Wakil Ketua Wantim MUI Zainut Tauhid Sa'adi. (SinPo.id/dok. Pribadi) ​​​​​​​

SinPo.id - Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Sa'adi, menyambut baik gagasan untuk diselenggarakan program sertifikasi juru dakwah. Namun, Zainut mengaku lebih senang menggunakan istilah program penguatan kompetensi juru dakwah, karena istilah sertifikasi terkesan formalistik dan penyeragaman.

"Saya tidak bisa membayangkan kalau program sertifikasi juru dakwah nanti diberlakukan, maka hanya para juru dakwah yang memiliki sertifikat saja yang boleh berceramah. Sementara para ustad dan kyai kampung yang tidak memiliki sertifikat, mereka tidak boleh berdakwah. Padahal secara keilmuan mereka memiliki kemampuan,"kata Zainut saat dikonfirmasi, Rabu, 11 Desember 2024. 

Mantan Wakil Menteri Agama ini menerangkan, jika menggunakan istilah  program penguatan kompetensi juru dakwah, dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi penceramah agama dalam berdakwah. Baik dari aspek materi, metodologi, maupun wawasan kebangsaan. 

Untuk materi yang disampaikan pun bisa meliputi isu-isu aktual keagamaan, relasi agama dan negara, wawasan kebangsaan, moderasi beragama. Termasuk materi literasi media digital, penanggulangan terorisme, strategi dakwah di kalangan gen Z dan lain sebagainya.

"Substansi materi penguatan kompetensi lebih pada pengayaan wawasan dan penguatan metodologi dakwahnya," ucap dia.

Disamping itu, lanjut Zainut, program penguatan kompetensi juga diharapkan agar para juru dakwah bisa mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama, toleransi dan sikap inklusivisme dalam berdakwah.

Kendati demikian, Zainut berharap, program ini harus bersifat sukarela atau voluntary, bukan sebuah keharusan atau mandatory. 

"Pesertanya bisa perorangan atau utusan dari ormas Islam, majelis taklim, dan lembaga keagamaan Islam lainnya," kata dia. 

Untuk penyelenggaranya, ujar Zainut, bisa dilakukan oleh Kementerian Agama atau Ormas Islam, Lembaga Keagamaan Islan dan Pergurian Tinggi Keagamaan Islam baik negeri maupun swasta. Dimana, setelah mereka mengikuti program penguatan kompetensi kemudian diberikan sertifikat itu tidak masalah. 

"Jadi menurut saya penekanannya bukan pada sertifikasinya, tetapi lebih pada penguatan kapasitas juru dakwahnya," tukasnya. 

Sebagai informasi, sertifikasi pendakwah ini kembali mencuat setelah kontroversi pendakwah yang juga Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan Miftah Maulana Habiburahman ramai diperbincangkan publik.

Miftah disebut sudah mengolok-olok pedagang es teh dalam sebuah pengajian, kemudian juga viral ketika dia melakukan hal sama terhadap seniwati senior Suyati alias Yati Pesek. Setelah bertubi-tubi tekanan publik, Miftah pun mengumumkan mundur dari jabatan utusan khusus presiden. 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI