PP Persis: Rekomendasi Mudzakarah Perhajian Perlu Disinkronkan dengan Ijtima MUI
SinPo.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) KH Jeje Zaenudin menyayangkan adanya perbedaan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI Pusat di Bangka pada Mei 2024 lalu, dengan kesimpulan dan rekomendasi di Mudzakarah Perhajian baru-baru ini.
Saat pembukaan Mudzakarah Perhajian 2024 di Bandung, Jawa Barat, PP PERSIS diamanahi oleh Kementerian Agama (Kemenag) untuk menjadi tuan rumah yang berlangsung pada 7-9 November tersebut.
"Saya berharap agar keputusan Mudzakarah Perhajian tahun 2024 yang diselenggarakan oleh Kemenag di Bandung, dapat disinkronisasi dan mendapatkan titik temu dengan hasil ijtima ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia di Bangka," kata Jeje dalam keterangannya, Rabu, 13 November 2024.
Menurut Jeje, sangat penting untuk menyikapi hal ini. Karena ada masalah hukum yang berbeda antara keputusan mudzakarah perhajian Kemenag dengan hasil Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia pada 28-31 Mei 2024.
Perbedaanya yaitu keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI menyatakan pemanfaatan hasil investasi setoran awal BIPIH calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain adalah haram. Sementara kesimpulan hasil mudzakarah Kemenag menyatakan mubah atau boleh.
Perbedaan lainnya terkait kebolehan dan sahnya penyembelihan hewan hadyu atau dam haji tamattu' di luar wilayah Mekkah, berbeda dengan keputusan fatwa MUI yang menyatakan tidak boleh dan tidak sah.
"Perbedaan yang diametral ini tentunya akan membingungkan umat, terutama para jamaah haji. Maka kami meminta agar perbedaan kesimpulan hukum ini dapat dibahas bersama untuk disinkronisasi dan mencari titik temu dengan mengurai titik perbedaan pandangannya," pintanya.
Sebab, menurut Jeje, kewenangan dua forum kajian itu berbeda. Forum Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI merupakan forum pengkajian untuk mengeluarkan fatwa hukum atas berbagai masalah yang ditanyakan oleh umat maupun pemerintah.
Sedangkan forum Mudzakarah Perhajian lebih tepatnya sebagai forum pengkajian berbagai persoalan haji, baik aspek regulasi maupun problem pelaksanaan di lapangan untuk menjadi rekomendasi kebijakan dalam memperbaiki kualitas pelayanan penyelenggaraan haji.
"Oleh sebab itu, memang seharusnya menyamakan persepsi dan melakukan sinkronisasi, agar tidak ada yang melampaui kewenangan dan tupoksinya," ucap dia.
Ia menilai, forum Mudzakarah Perhajian meskipun menghadirkan narasumber ulama ahli fikih dan hukum Islam, sejatinya tidak dalam konteks mengeluarkan fatwa atau keputusan hukum, tetapi lebih kepada rekomendasi teknis tata kelola penyelenggaraan dalam mengatasi berbagai problem di lapangan. Hal itulah, ia kira yang dipahami oleh mayoritas para narasumber dan para peserta.
"Kewenangan mengeluarkan fatwa hukum seharusnya tetap pada lembaga fatwa yang lebih lengkap dan lebih luas pesertanya, seperti pada Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI,” tukasnya.