UU KETENAGAKERJAAN

DPR Bakal Tindaklanjuti Putusan MK Nomor 168 Soal UU Ketenagakerjaan

Laporan: Juven Martua Sitompul
Jumat, 01 November 2024 | 17:07 WIB
Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan Adies Kadir (SinPo.id/dok. Golkar)
Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan Adies Kadir (SinPo.id/dok. Golkar)

SinPo.id - Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengatakan pimpinan bakal menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 terkait permintaan untuk membuat Undang-Undang (UU) tentang Ketenagakerjaan yang baru.

"Kita harus lihat konteksnya, konteksnya seperti apa, dan apa undang-undang seperti apa yang harus kita gol-kan," kata Adies di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, 1 November 2024.

Oleh karena itu, pihaknya pun perlu membicarakan terlebih dahulu mengenai poin-poin dalam putusan tersebut. Menurutnya, Pimpinan DPR RI juga bakal menyampaikan hal itu ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan komisi terkait.

Selain itu, permintaan untuk pembentukan UU tersebut perlu mempertimbangkan terhadap program pemerintahan yang baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Dia mengatakan pembentukan undang-undang tidak hanya melibatkan legislatif saja, melainkan juga perlu persetujuan antara Pemerintah dan DPR. Termasuk, pembentukan undang-undang juga harus ada kajian akademis.

Sebelumnya, MK meminta pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, untuk segera membuat undang-undang ketenagakerjaan yang baru dan memisahkannya dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

MK memberi waktu maksimal dua tahun kepada pembentuk undang-undang untuk merampungkan UU Ketenagakerjaan yang baru. MK juga mengingatkan agar pembuatan UU tersebut harus melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja maupun buruh.

Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa setiap pemberi kerja wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja asing (TKA) di semua jenis jabatan yang tersedia.

Selain itu, jangka waktu dalam perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak boleh melebihi lima tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI