Korupsi Tol Japek II, Kejagung Periksa Dua Pegawai Waskita Karya
SinPo.id - Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejaksaan Agung RI memeriksa dua pegawai Waskita Karya.
Pemeriksaan dilakukan terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pada pekerjaan pembangunan (design and build) Jalan Tol Jakarta-Cikampek (Tol Japek) II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat termasuk on/off ramp pada Simpang Susun Cikunir dan Karawang Barat.
Kedua pegawai Waskita Karya yang diperiksa terdiri dari Staf Anggaran Divisi III PT Waskita Karya periode 2017-2019 berinisial UMA, dan Kepala Bagian Penganggaran PT Waskita Karya periode 2003-2018 berinisial WHY.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan pemeriksaan keduanya dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka DP selaku kuasa Kerja Sama Operasi (KSO) PT Waskita Acset
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," kata Harli dalam keterangannya, Selasa, 8 Oktober 2024.
Selain dua saksi dari Waskita Karya, penyidik juga memeriksa saksi lain yakni, Kasubdit Teknik Jembatan pada Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berinisial SR.
SR juga diminta keterangannya untuk pemberkasan penyidikan tersangka DP.
Sebagai informasi, Kejagung menetapkan DP sebagai tersangka pada Selasa, 6 Agustus 2024, setelah penyidik menemukan fakta baru dalam persidangan terdakwa sebelumnya. Keempat terdakwa yang terkait dalam dugaan korupsi tol MBZ sebelumnya adalah mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono alias DD, dan Ketua Panitia Lelang PT JJC Yudhi Mahyudin, yang divonis tiga tahun penjara serta didenda Rp250 juta.
Sementara itu, eks Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama, Sofiah Balfas, dan team leader konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting sekaligus pemilik PT Delta Global Struktur, Tony Budianto Sihite, dijatuhi hukuman empat tahun penjara dengan denda Rp250 juta.
Pada kasus ini, DP diduga bersekongkol dengan beberapa pihak untuk mengurangi volume pada desain dasar proyek tanpa melalui kajian yang semestinya. Tindakan ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp510 miliar.