Irwan Fecho Beberkan Tantangan dan Solusi Kehutanan RI di Pemerintahan Prabowo

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 04 Oktober 2024 | 12:08 WIB
Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Sekolah Kehutanan Menengah Atas (IKA SKMA), Irwan Fecho. (SinPo.id/Dok. Pribadi)
Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Sekolah Kehutanan Menengah Atas (IKA SKMA), Irwan Fecho. (SinPo.id/Dok. Pribadi)

SinPo.id - Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Sekolah Kehutanan Menengah Atas (IKA SKMA), Irwan Fecho, membeberkan tantangan dan solusi kehutanan Indonesia di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendatang. 

Irwan mengatakan, langkah memerangi deforestasi dan mendorong kehutanan berkelanjutan di Indonesia secara efektif memerlukan upaya untuk mengatasi beberapa tantangan potensial. 

Untuk mengatasi masalah itu, menurutnya, diperlukan solusi terpadu yang mencakup strategi hukum, teknologi, ekonomi, dan sosial.

Anggota DPR RI periode 2019-2024 itu juga bilang, penerapan solusi-solusi tersebut memerlukan pendekatan terkoordinasi yang melibatkan tindakan pemerintah, partisipasi masyarakat, kerja sama internasional, dan keterlibatan sektor swasta.

"Dengan mengatasi tantangan-tantangan ini melalui strategi yang ditargetkan, Indonesia dapat mencapai kemajuan yang signifikan dalam memerangi deforestasi dan mendorong kehutanan berkelanjutan, sehingga
menghasilkan hasil lingkungan, ekonomi, dan sosial yang lebih baik," kata Irwan saat dihubungi pada Jumat, 4 Oktober 2024.

 Penegakan Hukum yang Tidak Memadai

Irwan menjelaskan, tantangan pertama adalah penegakan hukum yang tidak memadai masalah. Meski memiliki kerangka hukum yang kuat, menurutnya, Indonesia sering mengalami kesulitan dalam penegakan hukum kehutanan karena keterbatasan sumber daya, korupsi, serta wilayah yang luas dan sulit diawasi.

Untuk menghadapi tantangan itu, Juru Bicara DPP Partai Demokrat itu mengatakan ada sejumlah solusi. 

Pertama, mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan kapasitas lembaga penegak hukum, termasuk memberikan gaji yang lebih baik bagi pejabat kehutanan untuk mengurangi insentif korupsi.

Kedua, menerapkan teknologi pemantauan canggih seperti citra satelit dan drone untuk mencakup wilayah yang lebih luas dengan sumber daya yang lebih sedikit.

Ketiga, memperkuat kemitraan dengan badan-badan penegak hukum internasional untuk meningkatkan kapasitas pemantauan dan penegakan hukum.

Tekanan Ekonomi dan Konflik Pertanahan

Tantangan berikutnya, menurut Irwan, tekanan ekonomi dan konflik pertanahan. Ia bilang, manfaat ekonomi dari deforestasi, seperti pendapatan dari penebangan dan pembukaan lahan untuk pertanian, sering kali lebih besar daripada manfaat dari konservasi hutan.

Selain itu, lanjutnya, permasalahan kepemilikan lahan yang tidak terselesaikan sering kali menimbulkan konflik.

Menurut Ketua DPD Partai Demokrat Kalimantan Timur (Kaltim) itu, ada sejumlah solusi untuk menghadapi tantangan itu. Pertama, mengembangkan insentif ekonomi seperti pembayaran jasa ekosistem (PES) yang memberikan kompensasi kepada pemilik lahan dan masyarakat karena menjaga keutuhan hutan.

Kedua, menerapkan sistem sertifikasi tanah yang lebih efisien untuk menyelesaikan perselisihan dan mengakui hak-hak adat atas tanah, sehingga mengurangi konflik dan penggunaan tanah tanpa izin.

Ketiga, mendukung transisi menuju praktik pertanian berkelanjutan yang meningkatkan hasil panen tanpa memperluas lahan, seperti agroforestri.

Masyarakat Lokal Kurang Dilibatkan

Juru Bicara TKN Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 itu menyampaikan tantangan ketiga ialah masyarakat lokal kurang dilibatkan. Menurutnya, masyarakat lokal sering merasa tidak terhubung dengan keputusan yang diambil mengenai penggunaan lahan di wilayahnya masing-masing. 

Irwan memandang, hal itu kemudian kerap menimbulkan penolakan terhadap inisiatif konservasi dan bahkan keterlibatan dalam kegiatan ilegal.

Guna menghadapi tantangan itu, Irwan memberikan sejumlah solusi. Pertama, memperluas program perhutanan sosial yang memberdayakan masyarakat untuk mengelola sumber daya hutan secara berkelanjutan.

Kedua, memberikan pendidikan dan pelatihan kepada anggota masyarakat mengenai praktik berkelanjutan dan manfaat konservasi.

Ketiga, melibatkan pemimpin lokal dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa strategi konservasi sesuai dengan budaya dan diterima secara luas.

Ketergantungan Ekonomi Global

Tantangan keempat, kata Irwan, ketergantungan ekonomi global. Ia memandang, perekonomian Indonesia sangat bergantung pada ekspor seperti minyak sawit dan kayu yang terkait dengan deforestasi. Menurutnya, mengurangi deforestasi mungkin berdampak pada sektor-sektor ekonomi ini.

Sebagai solusi, pertama, Irwan mendorong diversifikasi ekonomi di wilayah yang bergantung pada industri yang banyak melakukan deforestasi.

Kedua, mempromosikan dan mewajibkan sertifikasi untuk minyak sawit dan produk kayu untuk memastikan produk tersebut memenuhi standar keberlanjutan internasional, sehingga mempertahankan pasar ekspor sekaligus mengurangi dampak lingkungan.

Ketiga, bekerja sama dengan badan-badan internasional untuk memastikan bahwa perjanjian perdagangan mencakup klausul lingkungan hidup yang kuat yang mendukung praktik produksi berkelanjutan.

Dampak Perubahan Iklim

Tantangan terakhir, menurut Irwan, dampak perubahan iklim.

Menurutnya, masalah perubahan iklim memperburuk tekanan terhadap hutan Indonesia melalui peningkatan frekuensi kebakaran hutan dan perubahan pola curah hujan, yang dapat menghambat upaya reboisasi.

Guna menghadapi tantangan itu, Irwan memandang ada sejumlah solusi. Pertama, fokus pada penanaman spesies yang beragam dan tahan iklim untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi di kawasan yang dihutankan kembali.

Kedua, mengembangkan strategi pengelolaan kebakaran dan kekeringan yang komprehensif yang mencakup sistem peringatan dini dan kemampuan tanggap cepat.

Ketiga, mencari dukungan internasional untuk proyek adaptasi skala besar yang bertujuan membuat praktik kehutanan lebih tahan terhadap perubahan iklim.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI