Masuk Era Revolusi Industri 4.0: Tantangan dan Keberagaman dalam Peradaban Modern

Laporan: Tim Redaksi
Senin, 09 September 2024 | 15:38 WIB
Irjen Pol Andy Wibowo (kedua dari kiri) bersama Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan pemateri di acara Sosialisasi Empat Pilar Komplek Parlemen, Senayan pada Senin, 9 September 2024. (SinPo.id/Istimewa)
Irjen Pol Andy Wibowo (kedua dari kiri) bersama Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dan pemateri di acara Sosialisasi Empat Pilar Komplek Parlemen, Senayan pada Senin, 9 September 2024. (SinPo.id/Istimewa)

SinPo.id - Saat ini, Indonesia tengah memasuki era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan kemajuan teknologi digital, Internet of Things , serta kecerdasan buatan (AI). 

Demikian diungkap Irjen Pol Andry Wibowo di acara Sosialisasi Empat Pilar Komplek Parlemen, Senayan pada Senin, 9 September 2024.

"Era ini melanjutkan perjalanan panjang revolusi industri sebelumnya, yang telah membawa perubahan signifikan dalam peradaban manusia,". 

Menurut Andry, revolusi Industri 1.0 yang berfokus pada penggunaan tenaga otot, air, dan angin menandai kelahiran negara seperti Amerika Serikat. 

Sementara itu, Revolusi Industri 2.0 dengan penemuan listrik mendorong ekspansi industri dan kolonialisasi ke berbagai belahan dunia. 

Pada era Revolusi Industri 3.0, kehadiran komputer dan kemajuan komunikasi mengantarkan dunia pada era informasi dan konektivitas global yang erat. "Ini turut mempengaruhi gerakan kemerdekaan di berbagai negara, termasuk Indonesia," tuturnya. 

Dirinya juga memaparkan bahwa saat ini, revolusi Industri 4.0 menghadirkan tantangan baru, di mana teknologi tidak hanya menjadi alat penting, tetapi juga berpotensi menggantikan peran manusia dalam berbagai sektor pekerjaan.

"Generasi mendatang akan dihadapkan pada persaingan dengan teknologi," terang dia. 

Tak hanya itu, dampak sosial seperti meningkatnya individualisme dan fanatisme terhadap kelompok tertentu juga menjadi perhatian, terutama dalam konteks multikulturalisme Indonesia yang beragam. 

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang strategis, memiliki keragaman etnis, agama, dan keyakinan yang harus dijaga. Namun, keterbukaan terhadap produk dan budaya asing juga menjadi tantangan tersendiri.

"Hal ini tercermin dari bagaimana Indonesia menerima produk-produk dari negara-negara yang pernah menjajahnya," sambung dia. 

Andry melihat tantangan ke depan juga meliputi isu keberagaman gender, orientasi seksual, dan potensi konflik yang dapat timbul akibat perbedaan ras serta keyakinan.

"Belajar dari negara-negara seperti Yugoslavia, yang terpecah karena konflik internal, Indonesia harus waspada agar tidak mengalami hal serupa,"  imbaunya. 

Andry berharap generasi muda  mampu menjaga keberagaman, membangun patriotisme, dan nasionalisme. Peran guru dalam pendidikan sangat penting, khususnya dalam mengajarkan nilai-nilai Pancasila serta semangat juang para pahlawan.

"Kegiatan Pramuka, misalnya, dinilai sebagai wadah efektif untuk menanamkan rasa cinta tanah air dan menjaga persatuan bangsa," tuturnya. 

"Dengan menjaga keberagaman serta mengantisipasi tantangan era teknologi, Indonesia diharapkan tetap bersatu dan tangguh di masa depan," pungkasnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI