Dugaan Larangan Jilbab di RS Medistra, MUI: Sangat Tidak Etis

Laporan: Tio Pirnando
Senin, 02 September 2024 | 11:21 WIB
Wakil Ketua MUI Anwar Abbas. (SinPo.id/Tio)
Wakil Ketua MUI Anwar Abbas. (SinPo.id/Tio)

SinPo.id - Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menilai, jika benar kabar perekrutan calon dokter dan tenaga medis untuk membuka jilbab yang dilakukan manajemen RS Medistra Jakarta Selatan, tentu sesuatu yang sangat disayangkan, dan menyakiti hati umat Islam. 

"Jika benar hal demikian telah terjadi maka tentu saja hal tersebut sangat tidak etis dan sangat menyakiti hati umat Islam," kata Anwar kepada wartawan, Senin, 2 September 2024.

Anwar menganggap, itu juga tidak sesuai semangat dan jiwa dalam Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 yang berbunyi: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Karenanya, MUI meminta pihak RS untuk melakukan klarifikasi tentang masalah tersebut. Selain itu, MUI juga meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar turun tangan melakukan investigasi mengenai kabar itu.

 "Karena jika benar hal demikian telah terjadi maka berarti RS tersebut telah melakukan pelanggaran HAM dan konstitusi serta telah merusak kerukunan hidup antar umat beragama di negeri ini dan hal demikian tentu saja tidak kita inginkan," kata dia.

Dugaan pembatasan jilbab untuk perawat dan dokter umum itu terungkap setelah surat protes dilayangkan dokter bedah onkologi Diani Kartini beredar, salah satu dokter spesialis yang bekerja di Medistra, beredar di media sosial.

Surat yang tertulis 29 Agustus 2024 dan ditujukan kepada direksi RS Medistra tersebut berbunyi demikian: 

"Selamat Siang Para Direksi yang terhormat. Saya Ingin menanyakan terkait persyaratan berpakaian di RS Medistra. Beberapa waktu lalu, asisten saya dan juga kemarin kerabat saya mendaftar sebagai dokter umum di RS Medistra.

Kebetulan keduanya menggunakan hijab. Ada pertanyaan terakhir di sesi wawancara, menanyakan terkait performance dan RS Medistra merupakan RS internasional, sehingga timbul pertanyaan Apakah bersedia membuka hijab jika diterima.

Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan rasis. Dikatakan RS Medistra berstandar internasional tetapi mengapa masih rasis seperti itu?

Salah satu RS di Jakarta Selatan, jauh lebih ramai dari RS Medistra, memperbolehkan semua pegawai baik perawat, dokter umum, spesialis, dan subspesialis menggunakan hijab.

Jika RS Medistra memang RS untuk golongan tertentu, sebaiknya jelas dituliskan saja kalau RS Medistra untuk golongan tertentu sehingga jelas siapa yang bekerja dan datang sebagai pasien. Sangat disayangkan sekali dalam wawancara timbul pertanyaan yang menurut pendapat saya ada rasis. Apakah ada standar ganda cara berpakaian untuk perawat, dokter umum, dokter spesialis, dan subspesialis di RS Medistra? Terima kasih Atas perhatiannya."

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI