Gazalba Saleh Beli Rumah Rp7,5 Miliar, Namun Nilai AJB Hanya Rp3,5 Miliar
SinPo.id - Hakim agung nonaktif Gazalba Saleh disebut membeli rumah senilai Rp7,5 miliar dengan uang tunai dalam bentuk rupiah dan dolar Singapura. Namun, nilai pembelian rumah dicatatkan di Akta Jual Beli (AJB) hanya sebesar Rp3,5 miliar.
Hal itu diungkap Notaris/PPAT Tunggul Nirboyo yang dihadirkan tim jaksa KPK sebagai saksi dalam persidangan perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Gazalba Saleh pada Kamis 8 Agustus 2024.
“Dia mau beli rumah lokasinya di Bekasi?” tanya Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.
“Betul,” jawab Tunggul.
“Kemudian dia menghubungi saudara?” lanjut hakim.
"Kalau di PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli)-nya itu sekitar bulan Juli ya 2022," kata Tunggul.
Dia lantas menjelaskan harga rumah tersebut sudah ditentukan di angka Rp3,5 miliar. Angka tersebut tertera dalam AJB. Ia mengaku Gazalba tidak menginformasikan harga sebenarnya.
"Harganya segitu?" tanya hakim.
"Iya permintaannya segitu," jawab Tunggul.
"Permintaan? Jangan permintaan, kalau lokasinya besar, NJOP-nya tinggi, gimana caranya menentukan harga segitu-segitu, seenaknya saja pak," cecar hakim.
"Jadi, seingat saya itu kedua belah pihak mengakunya segitu pak," terang Tunggul.
"Saudara tahu enggak harga rumah itu Rp7,5 miliar?" tanya hakim.
"Saya kurang tahu," ucap Tunggul.
Adapun rumah dimaksud berada di atas tanah seluas 638 meter persegi dengan luas bangunan 1.248 meter persegi di Klaster Terrace Garden Blok G, Perumahan Citra Gran, Jalan Alternatif Cibubur, Jatikarya, Kota Bekasi.
Tunggul mengatakan meminta bantuan temannya yang bernama Firdaus untuk mengurus AJB rumah tersebut. Namun, ia mengklaim untuk PPJB tetap dibuat olehnya.
Tunggu mengaku jika hal tersebht telah ia terangkan kepada Moch Kharazzi selaku pemilik rumah yang hendak dijual.
"Kemudian saudara bikin PPJB-nya? AJB-nya saudara limpahkan ke Firdaus?" tanya hakim.
"Betul," jawab Tunggul.
"Tapi di situ nilai Rp3 koma berapa miliar pak?" lanjut hakim.
"Rp3,5 miliar," jawab Tunggul.
"Kemarin kami sudah periksa Moch Kharazzi. Dia jual itu Rp7,5 miliar bersih," ucap hakim menjelaskan.
"Wah, saya enggak tahu pak," sambung Tunggul.
"Itu penjual sendiri duduk di kursi saudara. Saya yang periksa hari Senin, Rp7,5 miliar, ternyata aslinya dibuat Rp3,5 miliar. Betul kan?" tanya hakim menegaskan.
"Betul," jawab Tunggul.
Ia mengatakan proses balik nama rumah tersebut telah selesai. Hanya saja sertifikat belum diserahkan ke Gazalba lantaran diminta oleh KPK.
"Saudara dapat berapa dari akta pertama resmi dan tidak resmi?" tanya hakim.
"Yang pertama lupa, tapi kedua itu Rp10 juta," jawab Tunggul.
Hakim lantas menanyakan harga jual beli yang tertera di akta. Menurutnya, ada upaya pembeli menghindari pajak yang besar.
"Sudah jelas itu, ngerti lah kami di pengadilan itu tapi kan diakal-akalin jual beli ya besar, ini kan pembeli dikenakan 5 persen dari jual beli itu," kata hakim.
"Itu pajaknya," jawab Tunggul.
"Kemudian penjual 2,5 persen. Betul?" cecar hakim.
"Betul Yang Mulia," jawab Tunggul.
"Untuk menghindari itu kadang-kadang ada kesepakatan pembeli dan penjual gimana kalau dibikin persetujuan nilainya di bawah saja. Ini contohnya. Kemarin Rp7,5 miliar ternyata riilnya Rp3,5 miliar segitu pak karena menghindari pajak. Tapi, ini semua pajak ditanggung pembeli kesepakatan mereka. Moch Kharazzi itu pokoknya teirma bersih Rp7,5 miliar," tutur hakim.
Untuk diketahui, Moch Kharazzi sebelumnya mengungkapkan bahwa Gazalba Saleh membeli rumahnya senilai Rp7,5 miliar dengan pembayaran tunai mata uang dolar Singapura dan rupiah.
Hal itu diungakap dalam persidangan yang digelar pada Senin, 5 Agustus 2024. Di mana, uang-uang tersebut dimasukkan ke dalam dua koper besar.
Adapun Gazalba bersama-sama dengan Edy Ilham Shooleh dan Fify Mulyani pada waktu antara tahun 2020-2022 didakwa melakukan pencucian uang.
Nama Edy Ilham Shooleh dipakai untuk membeli mobil Toyota Alphard. Sementara nama Fify Mulyani digunakan untuk membeli rumah di Sedayu City At Kelapa Gading.
Selain pencucian uang, Gazalba juga didakwa menerima gratifikasi. Menurut jaksa KPK, Gazalba menerima gratifikasi termasuk uang terkait dengan pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Di tahun 2020 misalnya, Gazalba menangani perkara peninjauan kembali (PK) atas nama terpidana Jaffar Abdul Gaffar dengan register perkara nomor: 109 PK/Pid.Sus/2020. Jaffar Abdul Gaffar didampingi oleh Advokat Neshawaty Arsjad yang juga memiliki hubungan keluarga dengan Gazalba.
Pada 15 April 2020, PK tersebut dikabulkan Gazalba. Atas pengurusan perkara dimaksud, Neshawaty dan Gazalba menerima uang sebesar Rp37 miliar dari Jaffar Abdul Gaffar.
Gazalba sebagai hakim agung dari tahun 2020-2022 disebut telah menerima gratifikasi sebesar Sin$18.000 sebagaimana dakwaan kesatu dan penerimaan lain berupa Sin$1.128.000, US$181.100, serta Rp9.429.600.000.
"Kemudian dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaannya, terdakwa membelanjakan, membayarkan, dan menukarkan dengan mata uang harta kekayaan hasil korupsi di atas," kata jaksa KPK dalam sidang pembacaan surat dakwaan beberapa waktu lalu.