Pengenaan BMAD Keramik Porselen Disorot Publik, Komisi VI DPR Berencana Panggil KADI
SinPo.id - DPR RI berencana memanggil Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) buntut dari polemik pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang mencapai 200 persen terhadap ubin keramik porselen asal Tiongkok. Pemanggilan itu untuk dimintai penjelasan atas hasil penyelidikannya.
Anggota DPR RI Komisi VI Herman Khaeron, mengatakan pihaknya akan meminta klarifikasi dan penjelasan kepada KADI salah satunya terkait penggunaan secondary data yang digunakan dan rekomendasi dalam penyelidikan BMAD terhadap ubin keramik porselen impor asal Tiongkok karena tingginya tarif bisa memberatkan konsumen.
Menurutnya, KADI juga harus bisa membuktikan apakah benar terjadi dumping atau tidak dari hasil penyelidikan KADI yang dinilai tidak transparan sehingga menimbulkan polemik dan jadi sorotan publik.
"Ya kita cek saja bersama kalau masalah data kan bisa dicek juga kepada para pelaku usaha gitu ya, dan apakah terjadi dumping ya kita akan cek, kalau tidak rasional di bawah harga pokok produksi dalam suatu barang dan jasa ya berarti terjadi pelanggaran," kata Herman aaat dihubungi, Jakarta, Kamis, 25 Juli 2024.
Herman menyampaikan kemungkinan pemanggilan KADI ke DPR akan dilakukan pada saat masa sidang terakhir yang akan datang untuk mendalami persoalan ini.
"Nanti kita akan mendalami di DPR terkait masalah itu dalam satu periode sidang" tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Sarmuji menyampaikan pemerintah harus berhati-hati dalam membuat kebijakan tersebut. Sebab, impor ubin keramik porselen asal Tiongkok untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tinggi.
Namun, dia memahami bahwa pengenaan anti dumping juga untuk melindungi industri dalam negeri serta menciptakan lapangan kerja, tetapi hal itu tidak sembarangan diterapkan harus melalui penyelidikan dan data yang valid.
"Menjaga keseimbangan antara kepentingan produsen dan konsumen memang bukan hal mudah. Bea masuk anti dumping tentu memiliki efek untuk menjaga industri agar tetap eksis dan dapat menciptakan lapangan kerja," ucapnya.
Selain itu, Sarmuji menyampaikan jika kebutuhan keramik yang tinggi maka pemerintah harus memastikan barang tersedia jangan sampai terjadi kelangkaan. Pemerintah, kata Sarmuji, harus merumuskan secara akurat pengenaan BMAD agar tidak menjadi blunder terhadap perekonomian dalam negeri.
"Di sisi lain kepentingan konsumen untuk dapat memperoleh barang dengan harga yang baik juga mesti diperhatikan. Pemerintah harus dapat merumuskan kebijakan yang paling optimal pengaruhnya terhadap ekonomi dalam negeri," ucapnya.
Sarmuji menyampaikan jangan sampai kemudian BMAD yang hampir mencapai 200 persen itu menjadi beban bagi masyarakat.
"Tarif bea masuk termasuk bagian penting dari menjaga keseimbangan antara produsen dan konsumen dalam negeri. Tarif yang terlalu besar akan memberatkan konsumen," tegasnya.