Kontrak Pertamina-CCL Terancam Jika KPK Ngotot Tagih Uang Pengganti
SinPo.id - Kontrak antara PT Pertamina (Persero) dan Corpus Christi Liquefaction, LLC (CCL) terancam jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ngotot menagih uang pengganti senilai USD 113,84 juta atau sekitar Rp1,8 triliun ke pihak CCL.
Praktisi hukum, Augustinus Hutajulu mengatakan hal ini berat dilakukan lantaran selama pemeriksaan saksi dan proses pengadilan, pihak CCL tidak pernah dihadirkan.
"Corpus tidak pernah didengar di persidangan. Dan dia (Corpus) tidak terdakwa. Dia (Corpus) tidak terikat pada putusan perkara kita," ujar Agustinus dalam keterangannya, Senin, 22 Juli 2024.
KPK bisa saja mengejar uang pengganti ke CCL, asalkan pengadilan AS juga mengadili CCL dalam perkara korupsi LNG.
"Itu bisa jika AS sebut dia (CCL) korupsi juga. Dia diadili di AS sana, dia dinyatakan korupsi. Baru bisa. Ini kan tidak. Jadi saksi pun tidak, sepanjang yang saya tahu," katanya.
Augustinus juga mengatakan bahwa, harusnya penyidik dapat memintai keterangan pihak Corpus. Karena penyidik sudah dua kali berangkat ke AS.
Pada 2023 lalu misalnya, penyidik KPK ke Amerika Serikat bahkan bersama pegawai Pertamina. Mereka hendak menemui CCL. Sayangnya KPK tidak berhasil menemui CCL dan meminta keterangannya. Di sisi lain, Augustinus menilai, saat ini kasus LNG belum berstatus inkracht.
"Artinya, putusan pengadilan tinggi masih bisa berubah. Sampai putusan kasasi. Kalau dia kasasi. Siapa tahu dia bebas," ujarnya.
Augustinus meyakini pihak CCL juga tidak akan mungkin memberikan triliunan rupiah kepada Indonesia. Pasalnya, yang dianggap uang pengganti oleh Hakim, adalah keuntungan secara bisnis bagi Corpus.
"Apa iya mau, Corpus Christi mau merugikan dirinya? Bagi saya itu, ini nggak masuk akal. Masa Corpus disuruh mengembalikan keuntungannya. Ini bisnis kok. Kecuali corpus-nya mau charity," katanya.
Menurutnya, jika KPK ngotot meminta uang pengganti, bisa jadi Corpus memutus kontrak dengan Pertamina. Dampaknya bisa merugikan Pertamina, karena Pertamina sudah memiliki pembeli LNG Corpus.
"Bisa juga Corpus putuskan kontrak. Kalau dia dibuat repot dan dikejar-kejar terus, dia putuskan kontraknya" ujarnya.
Ketua Indonesia Gas Society (IGS) Aris Mulya Azof mengingatkan bahwa jika Corpus sampai memutuskan kontrak penjualan LNG ke Pertamina, akan merugikan perusahaan plat merah itu. Pasalnya, selama ini Pertamina sudah mendapatkan harga gas murah dari Corpus.
Apalagi permintaan gas saat ini meningkat, sehingga Pertamina bisa jual dengan untung yang berlipat.
"Sekarang gap kekurangan gas terjadi akibat turunan produksi hulu dan kebutuhan meningkatkan," ujar Aris dikonfirmasi terpisah.
Aris mengatakan bahwa Corpus sudah berkomitmen akan memasok LNG ke Pertamina untuk dijual lagi, hingga 2039.
"Kalau terhenti maka kita harus mencari penggantinya," jelasnya.
Persoalannya, mencari pengganti supplier LNG bukan perkara mudah. Selain harus memulai kontrak bisnis lagi, Pertamina juga akan kesulitan mencari harga yang murah di tengah kondisi permintaan gas yang tinggi.
Apalagi, Pertamina sudah memiliki kontrak dengan konsumen. Jika pasokan LNG Pertamina tidak dikirim, bisa-bisa kata Aris seperti masalah PT PGN dengan Gunvor.
"Akan jadi masalah. Jadi seperti case Gunvor. Punya commitment menjual tapi nggak punya sumber LNG," ujarnya.
Sebagai informasi, Jaksa KPK menyeret perusahaan CCL dalam tuntutan terhadap eks Direktur Utama PT Pertamina, Karen Agustiawan. Perusahaan asal Amerika Serikat itu diminta ikut membayar uang pengganti sebesar USD113,83 juta atau sekitar Rp1,85 triliun dengan kurs Rp16.200 per dollar saat ini.
Jaksa meyakini Karen bekersama dengan CCL dalam pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas alam cair untuk PT Pertamina pada periode 2011-2021.
Pengadaan itu mengakibatkan kerugian negara. Karena itu, jaksa menilai Corpus Christi harus ikut membayar uang pengganti.