Ketenagkerjaan

73 persen Pekerja Pernah Mengalami Perlakuan tak Menyenangkan

Laporan: Sinpo
Selasa, 25 Juni 2024 | 10:13 WIB
Ilustrasi pekerja industri (Sinpo.id/pixabay.com)
Ilustrasi pekerja industri (Sinpo.id/pixabay.com)

SinPo.id -  Hasil riset Populix, sebuah lembaga menunjukkan 73 persen pekerja atau karyawan pernah mengalami perlakukan tidak menyenangkan saat bekerja. Yang menarik dari riset itu menunjukkan umumnya para pekerja tidak perlakuan itu.

“73 persen  responden terdiri dari para pekerja formal mengaku pernah mengalami perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja dengan bentuk perlakuan yang beragam,” ujar Senior Executive Social Research Populix, Menurut Wayan Aristana, dalam keterangan resmi, Selasa, 25 juni 2024.

Riset dengan cara survey terhadap 1,412 pekerja itu menyebutkan perlakuan tidak menyenangkan yang mereka alami mulai dari berbentuk verbal dengan jumlah 76 persen, diskriminasi 63 persen, pemaksaan kerja 61 persen, sedangkan pelecehan seksual 41.

“Termasuk di dalamnya kekerasan fisik 25 persen,” ujar Wayan menambahkan.

Yang menarik dari hasil riset Populix itu juga menyebutkan para pekerja baru melihat daftar pengalaman tidak menyenangkan dan baru mengetahui yang mereka alami tergolong perlakuan tidak menyenangkan.

Menurut Wayan, perlakuan tidak menyenangkan berbentuk verbal paling sering dialami pekerja adalah kata-kata menghina atau meremehkan sebanyak 76 persen, makian, teriakan dan bentakan 47 persen, candaan tidak senonoh 40 persen. Fitnah atau gosip 40 persen, penghinaan fisik atau body shaming 38 persen, ancaman dan tekanan 27 persen , sedang bullying atau perundungan 19 persen.

Dalam survey itu juga menunjukan pekerja yang mengaku pernah mendapatkan pelecehan seksual mencapai 40 persen. Sebanyak 76 persen di antaranya pelecehan itu berbentuk cat calling atau godaan, candaan, siulan berbau seksual.

“Bentuk pelecehan lain adalah memperhatikan bagian tubuh tertentu secara terus menerus 42 persen.

“Lalu mendapatkan gesture seksual atau kedipan, gestur mencium dan disentuh, dicium, dipeluk tanpa persetujuan yang dialami oleh 22 korban pelecehan seksual di tempat kerja,” ujar Wayan menjelaskan.

Tingginya angka pekerja yang amendapat perlakuan tidak menyenangkan di dunia kerja itu diperburuk dengan penanganan kasus yang cenderung tak maksimal.  Hal itu berdasarkan pengakuan responden yang pernah menjadi korban. Data hasil riset populix juga menunjukkan sebanyak 35  penanganan kasus perlakuan tidak menyenangkan di tempat kerja tidak terselesaikan.

Sedangkan 21 penanganan kasusnya malah tidak berpihak pada korban. Meskipun, secara umum banyak responden yang mengetahui bahwa tempat bekerjanya memiliki mekanisme penanganan untuk perlakuan tidak menyenangkan.

Penanganan Tak Maksimal

Riset Populix juga menggali mengenai upaya pencegahan dan penanganan kasus semacam itu. Hasilnya hanya 35 responden mengatakan perusahaannya memiliki peraturan khusus untuk menangani kasus semacam ini. Bahkan, ada yang menyediakan aturan sanksi yang cukup tegas bagi pelaku 28 persen serta mekanisme pelaporannya 25 eprsen.

“Namun di sisi lain, sebanyak 22 persen responden menyatakan perusahaan mereka tidak memiliki mekanisme apapun,” ujar Wayan menjelaskan.

Wayan mengatakan penanganan tidak maksimal pada kasus perlakuan tidak menyenangkan terhadap pekerja menyebabkan kasus yang sama terus berulang.

Head of Human Resources Populix, Jonas Danny mengatakan, kasus perlakuan tak menyenangkan menjadi salah tugas bagian Human Resources (HR) yang cukup pelik. Ia mengatakan hampir seluruh mekanisme penanganan perlakuan tidak menyenangkan ini sifatnya delik aduan, yaitu harus ada pengaduan dari pihak korban.

“Sedangkan dalam kasus ini seringkali korban juga merasa enggan untuk melapor karena ada ketakutan akan bocornya informasi mengenai identitas pelapor,” ujar Jonas.

Bahkan, kata Jonas, ketika mereka melapor pun belum tentu hasilnya akan berpihak kepada mereka, karena bisa jadi pelaku justru dilindungi oleh pihak perusahaan karena satu dan lain hal.

 

BERITALAINNYA
BERITATERKINI