Jokowi Perintahkan BRIN-BPOM Teliti Manfaat Tanaman Kratom

Laporan: Tio Pirnando
Kamis, 20 Juni 2024 | 16:28 WIB
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. (SinPo.id/Setpres)
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. (SinPo.id/Setpres)

SinPo.id - Presiden Joko Widodo memerintahkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), untuk meneliti manfaat tanaman kratom. Sebab, tanaman ini sempat disebut memiliki kandungan narkotika.

"Presiden menekankan yang perlu dioptimalisasi adalah asas manfaat kratom itu," kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko usai mengikuti rapat terbatas (ratas) yang dipimpin Presiden Jokowi tentang legalisasi kratom di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis, 20 Juni 2024. 

Moeldoko menyampaikan, dalam ratas tersebut, Kemenkes menemukan bahwa kratom tidak termasuk kategori narkotika. Justru, krotom dapat dimanfaatkan, antara lain untuk pereda nyeri.

Namun, pemerintah masih menunggu hasil riset lanjutan dari BRIN yang ditargetkan selesai pada Agustus 2024 mendatang.

Adapun tata kelola dan tata niaga tanaman kratom dibahas oleh pemerintah guna merespons keluhan dari masyarakat, terutama 18 ribu keluarga di Kalimantan Barat (Kalbar) yang kesulitan mengekspor kratom. Karena belum ada pengaturan mengenai standardisasi produknya.

Menurut Moeldoko, selama ini kratom sudah banyak dikonsumsi secara tradisional oleh masyarakat Kalimantan sebagai sumber energi, layaknya kopi. 

"Perlu ada tata kelola, tata niaga, dan legalitasnya, sehingga tidak ada lagi kratom yang mengandung unsur tidak sehat (seperti bakteri) salmonella, ecoli, dan logam berat. Sekarang ini (ekspor kratom) menurun, karena kita belum ada standar. Sehingga ada produk yang di-reject dan harganya turun," ujar dia.

Dalam laman resminya, BNN menyatakan kratom memiliki efek samping yang membahayakan, terlebih bila penggunaannya tidak sesuai takaran. Namun, kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika, sehingga regulasi pemerintah daerah pun belum bisa membatasi penggunaan kratom.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan daun kratom sebagai suplemen atau obat herbal.

BNN sempat menyebutkan, maraknya peningkatan penggunaan kratom ditandai dengan banyaknya petani tanaman biasa yang beralih menjadi petani kratom. Pasalnya, hasil dari budidaya kratom dinilai lebih menjanjikan secara ekonomi.

Menurut data BPS yang diolah Kemendag, nilai ekspor kratom Indonesia sempat turun dari US$16,23 juta pada 2018 menjadi US$9,95 juta pada 2019. Nilai ekspor kratom kembali meningkat pada 2020, yakni US$13,16 juta dan terus menunjukkan tren meningkat hingga 2022. Kinerja ekspor yang positif ini terus berlanjut pada 2023. Tercatat sepanjang Januari-Mei 2023, nilai ekspor kratom Indonesia tumbuh 52,04 persen menjadi US$7,33 juta.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI