Warga Gaza Rayakan Idul Adha dalam Perang, Kelaparan, dan Penderitaan

Laporan: Galuh Ratnatika
Senin, 17 Juni 2024 | 07:17 WIB
Anak-anak Palestina di tempat pengungsian di Rafah (AFP)
Anak-anak Palestina di tempat pengungsian di Rafah (AFP)

SinPo.id -  Seorang warga Gaza bernama Nadia Hamouda, yang putrinya terbunuh dalam perang dan melarikan diri dari rumahnya di Gaza utara, mengatakan bahwa dirinya kini harus merayakan Iduladha di sebuah tenda di kota pusat Deir al-Balah.

Padahal tahun lalu, warga Palestina di Jalur Gaza masih merayakan hari raya Iduladha sebagaimana seharusnya. Namun saat ini, yang ada hanya perang, kelaparan, dan penderitaan.

"Tidak ada Iduladha tahun ini. Ketika kami mendengar panggilan untuk salat, kami menangis atas mereka yang telah meninggal dan semua rasa kehilangan, dan apa yang telah terjadi pada kami, dan bagaimana kami dulu hidup sebelumnya," kata Hamouda, dilansir dari AP, Senin 17 Juni 2024.

Sementara menurut warga lainnya, Ashraf Sahwiel, yang termasuk di antara ratusan ribu warga Palestina yang melarikan diri dari Kota Gaza pada awal perang dan juga tinggal di tenda, tidak tahu kapan atau apakah dirinya dapat kembali ke rumah setelah perang.

“Kami bahkan tidak tahu apa yang terjadi dengan rumah kami atau apakah kami akan dapat tinggal di sana lagi, atau apakah mungkin untuk membangunnya kembali,” katanya.

Sekarang sebagian besar Gaza hancur dan sebagian besar penduduk Palestina yang berjumlah 2,3 juta orang telah meninggalkan rumah mereka akibat dari serangan brutal Israel.

Tak hanya itu, serangan besar-besaran Israel juga telah menewaskan lebih dari 37.000 warga Palestina, dan menghancurkan sebagian besar pertanian, serta produksi pangan Gaza, membuat orang-orang bergantung pada bantuan kemanusiaan yang juga telah ditahan oleh pasukan Israel.

PBB sebelumnya telah memperingatkan bahwa lebih dari satu juta orang, atau hampir setengah dari populasi dapat mengalami tingkat kelaparan tertinggi dalam beberapa minggu mendatang.

Namun pasukan Israel tetap menutup penyebrangan Rafah yang merupakan satu-satunya pintu masuk bantuan kemanusiaan, dan membatasi jumlah truk yang akan masuk ke Gaza, hingga memunculkan kecaman dari berbagai negara.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI