Pengusaha Batu Bara Said Amin Mangkir Panggilan KPK
SinPo.id - Komisaris PT Core Energy Resource, Said Amin mangkir atau tidak memenuhi panggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 10 Juni 2024 kemarin.
Pengusaha batu bara itu sedianya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan gratifikasi berupa penerimaan uang per metric ton batu bara dari perusahaan di Kabupaten Kutai Kartanegara.
"Betul informasi yang kami terima dari tim penyidik saksi tidak hadir dalam penjatuhan pemeriksaan di hari kemarin," kata tim juru bicara KPK, Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa 11 Juni 2024.
Perkara tersebut berkaitan dengan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Budi menjelaskan kebutuhan pemeriksaan selanjutnya menjadi kewenangan penyidik. Hanya saja, Budi tidak menyebutkan agenda pemeriksaan Said Amin berikutnya.
"Nanti akan kami update kembali mengenai jika nanti ada penjatuhan di kemudian hari," ujar Budi.
Sebelumnya, tim penyidik KPK menggeledah rumah dari pengusaha Said Amin pada Kamis 6 Juni 2024. Dari penggeledagan itu, penyidik mengamankan belasan mobil.
Hingga saat ini, KPK sudah menyita ratusan kendaraan berupa mobil dan motor. Kendaraan yang disita itu seperti Lamborghini, McLaren, BMW, Hummer, Mercedes Benz dan lain-lain.
Selain itu, KPK juga telah menyita 536 dokumen, lima bidang tanah, barang elektronik, 30 jam tangan mewah, dan uang tunai sejumlah Rp8,7 miliar.
Rita diketahui bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 16 Januari 2018. Rita dan Khairudin diduga mencuci uang dari hasil tindak pidana gratifikasi dalam sejumlah proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar Rp436 miliar.
Mereka disinyalir membelanjakan penerimaan hasil gratifikasi tersebut untuk membeli kendaraan yang menggunakan nama orang lain, tanah, uang tunai, maupun dalam bentuk lainnya.
Rita kini mendekam di Lapas Perempuan Pondok Bambu setelah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 6 Juli 2018.
Rita terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap Rp6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek.