SERTIFIKASI HALAL MUI

MUI Harap Penundaan Wajib Sertifikat Halal UMK Momentum Perbaikan Menyeluruh

Laporan: Tio Pirnando
Jumat, 17 Mei 2024 | 19:10 WIB
Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati (SinPo.id/ Dok. MUI)
Direktur Utama LPPOM MUI Muti Arintawati (SinPo.id/ Dok. MUI)

SinPo.id - Direktur Utama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Muti Arintawati mengatakan, penundaan pemberlakuan kewajiban sertifikasi halal usaha mikro dan kecil (UMK), harus dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh, dimulai dari hulu masalah. 

Hal ini sebagai respons terhadap pengumuman pemerintah yang memutuskan menunda pemberlakuan sertifikasi halal untuk produk makanan dan minuman UMKM dari 18 Oktober 2024 menjadi Oktober 2026.

"Kita perlu melihat secara jeli akar masalah yang ada. Yang disoroti hendaknya tidak sekadar skala usaha di sektor UMK, melainkan perlunya fokus ke pelaku usaha yang memasok bahan yang tergolong kritis dan dipakai di industri lain, terlepas dari skala bisnis pelaku usahanya," kata Muti dalam keterangannya, Jumat, 17 Mei 2024.

Muti menjelaskan, pasokan bahan dan jasa terkait makanan minuman tidak hanya dari pelaku usaha besar, namun juga datang dari usaha yang masuk kategori kecil dan mikro. 

Misalnya, industri pengolahan daging. Dimana ketersediaan produk sembelihan yang dihasilkan oleh Rumah Potong Hewan/Unggas (RPH/U) menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan.

Dia menyampaikan, daging dan turunannya digunakan dalam pembuatan berbagai jenis produk usaha kuliner, namun tidak semua produk sembelihan dihasilkan oleh usaha menengah dan besar.

"Banyak daging yang dipasok oleh rumah potong yang tergolong usaha mikro dan kecil (UMK), termasuk yang dihasilkan oleh Tempat Penyembelihan Unggas (TPU) yang ada di pasar dan pemukiman," tutur dia.

Kelonggaran UMK, lanjut Muti, jika tanpa disertai komitmen halal yang serius, akan memperlama ketersediaan daging halal.

Selain olahan daging, produk kemas ulang ukuran kecil untuk bumbu dan bahan kue (termasuk untuk bahan impor), banyak juga dilakukan oleh UMKM. Ada juga jasa terkait makanan dan minuman yang banyak dioperasikan oleh UMKM, seperti penjualan dan penggilingan daging.

Karena itu, Muti mendorong pemerintah untuk tetap fokus pada penyelesaian permasalahan halal di sektor hulu terlebih dahulu, baik yang diproduksi oleh perusahaan besar, menengah, maupun UMK.

Muti memastikan, LPPOM siap mendorong pemerintah dalam menyukseskan implementasi regulasi wajib halal yang dicanangkan pemerintah demi terwujudnya cita-cita Indonesia menjadi pusat halal dunia.

"Ketersediaan bahan dan jasa yang halal akan memudahkan pelaku UMKM dalam membuat produk akhir makanan dan minuman yang halal. Ini seperti efek domino. Jika persoalan di hulu selesai, sebagian besar persoalan kehalalan produk di Indonesia juga akan rampung. Proses sertifikasi halal produk juga akan lebih mudah dan jaminan kehalalannya dapat dipertanggungjawabkan," tuturnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI