KPK Tahan Dua Tersangka Korupsi PT Amarta Karya
SinPo.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka pengembangan kasus dugaan korupsi pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya (Persero) tahun 2018-2020.
Kedua tersangka itu merupakan karyawan di PT Amarta Karya. Mereka bernama Pandhit Seno Aji dan Deden Prayoga selaku tersangka
"Untuk kebutuhan proses penyidikan dilakukan penahanan para tersangka masing-masing 20 hari pertama mulai 15 Mei 2024 sampai dengan 3 Juni 2024 di Rutan Cabang KPK," ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Kantornya, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2024.
Penetapan tersangka ini berdasarkan fakta-fakta persidangan mantan Direktur Utama PT Amarta Karya Catur Prabowo dan Direktur Keuangan PT Amarta Karya Trisna Sutisna.
Asep menyebut Seno dan Deden diperintahkan untuk memenuhi berbagai kebutuhan pribadi Catur. Seno dan Deden lantas berkoordinasi dengan Trisna Sutisna selaku Direktur Keuangan PT Amarta Karya.
Dengan persetujuan Trisna, Seno dan Deden mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang akan dijadikan seolah-olah sebagai subkontraktor dari PT Amarta Karya untuk menerima pembayaran kerja sama.
Selanjutnya dibentuk tiga CV sebagai subkontraktor fiktif di mana sebagai komisaris dan direkturnya adalah keluarga dari Seno dan Deden.
Selain itu, pekerjaan yang dicantumkan dalam dokumen pembayaran pekerjaan atas tiga CV tersebut adalah pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan maupun yang tidak pernah dilaksanakan.
Pekerjaan proyek dari tahun 2018-2020, PT Amarta Karya mencairkan sejumlah dana untuk pembayaran subkontraktor fiktif ke tiga CV yang sepenuhnya atas sepengetahuan dan persetujuan dari Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
"Untuk buku rekening bank, kartu ATM bank dan bonggol cek tertandatangan dari tiga CV dimaksud dikuasai dan dipegang DP [Deden]," kata Asep.
Adapun pencairan dan peruntukan uang menunggu perintah dari Catur Prabowo dan Trisna Sutisna.
"Didapati fakta, saat dilakukan pemeriksaan dari Satuan Pengawasan Intern PT AK Persero, terkait akses data maupun informasi ditutup aksesnya oleh PSA [Seno] dan DP [Deden]," lanjut Asep.
Perbuatan Seno dan Deden disebut melanggar Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Menteri BUMN PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, dan Prosedur PT Amarta Karya tentang pengadaan barang dan jasa.
"Kerugian keuangan negara yang ditimbulkan sejumlah sekitar Rp46 miliar. Terdapat aliran uang dari proyek subkontraktor fiktif ini yang dinikmati PSA dan DP, sehingga tim penyidik masih akan melakukan penelusuran dan pendalaman," ucap Asep.
Seno dan Deden disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.