KORUPSI PT TIMAH

Kejagung Dalami Asal-usul Harta Sandra Dewi

Laporan: david
Rabu, 15 Mei 2024 | 18:23 WIB
Selebritas Sandra Dewi memenuhi panggilan Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah. (SinPo.id/Istimewa)
Selebritas Sandra Dewi memenuhi panggilan Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi tata niaga timah. (SinPo.id/Istimewa)

SinPo.id -  Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa artis Sandra Dewi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

Pemeriksaan dilakukan penyidik Kejagung untuk mendalami asal-usul kepemilikan harta dari istri tersangka Harvey Moeis tersebut.

"Pemeriksaan untuk mendalami kepemilikan harta dari yang bersangkutan," Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana kepada wartawan, Rabu 15 Mei 2024.

Dia menegaskan bahwa perjanjian pranikah mengenai pemisahan harta antara Harvey dengan Sandra Dewi tidak bisa menghalangi proses penyidikan di Kejagung.

"(Perjanjian pranikah) tidak berpengaruh dalam penyidikan perkara korupsi," tegas Ketut.

Pemeriksaan Sandra Dewi hari ini merupaka  yang kedua kalinya dalam kasus korupsi tata niaga timah. Sandra Dewi diperiksa untuk mengklarifikasi sejumlah rekening yang telah disita sebelumnya.

Melalui keterangan Sandra Dewi, Kejagung berharap dapat mengetahui rekening mana saja yang digunakan oleh Harvey dalam kasus korupsi timah.

Kejagung telah menetapkan total 21 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah. Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.

Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI