Dugaan Perundungan di Binus School Serpong, FSGI Minta Kemendikbudristek Turun Tangan

Laporan: Tio Pirnando
Selasa, 20 Februari 2024 | 16:55 WIB
Ilustrasi perundungan (SinPo.id/ Pixabay)
Ilustrasi perundungan (SinPo.id/ Pixabay)

SinPo.id - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyayangkan atas kasus perundungan siswa di Binus International School Serpong, Tangerang Selatan, diduga dilakukan oleh sebuah geng di warung belakang sekolah. Kasus itu diduga melibatkan anak seorang artis, yang tergabung dalam "Geng Tai".

"Korban disebut merupakan calon anggota geng. Kekerasan fisik kemudian diduga terjadi. Saat itu, korban disebut diikat di tiang hingga dipukuli menggunakan balok kayu dan diduga juga disundut rokok," kata Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo, dalam keterangannya, Selasa, 20 Februari 2024.

Dalam kasus itu, seorang korban disebut dipukul dengan kayu bahkan disundut rokok oleh beberapa pelaku.

"Kekerasan tersebut di videokan dan ternyata ada yang mengunggah di sosial media sehingga viral. Dalam video yang beredar tersebut, kekerasan yang dilakukan berpotensi kuat membahayakan keselamatan korban," kata Heru.

Heru menjelaskan, kekerasan tersebut dalam Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di satuan Pendidikan, dapat dikategorikan sebagai kekerasan fisik berupa penganiayaan.

Berdasarkan keterangan yang beredar, korban adalah calon anggota geng sekolah yang sedang menjalani perploncoan oleh anggota geng yang lain. "Sehingga korban tidak mungkin melawan kalaupun tidak diikat sekalipun," ujarnya.

Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menambahkan, kekerasan fisik berupa penganiayaan berbeda dengan pembullyan. Karena bully setidaknya memenuhi beberapa indikator, yaitu dilakukan dengan agresif, ada relasi kuasa (dalam hal ini kakak senior terhadap adik junior), berulang (kalau memukulinya sudah sadis, maka itu biasanya bukan kejadian pertama), dan korban merasa tidak nyaman, terluka atau  tersakiti.

FSGI menyayangkan pernyataan sekolah yang terkesan cari aman dan lepas tangan dengan alasan peristiwa ini terjadi di luar sekolah. Padahal, lokasi kejadian di sebuah warung tongkrongan yang letaknya di belakang sekolah, dan yang terlibat seluruhnya peserta didik dari sekolah.

"Padahal anak korban maupun pelaku diduga kuat semuanya bersekolah ditempat yg sama, yaitu Binus International School," ucap Retno.

Lebih lanjut, FSGI mendesak Kemendikbudristek segera turun tangan menangani kasus di Binus  School yang diduga kuat merupakan satuan Pendidikan SPK (Sekolah Perjanjian Kerjasama) yang izinnya dari Kemendikbudristek. Kemendikbudristek harus menegakan aturan sesuai ketentuan dalam Permendikbudristek 46/2023 tentang PPSK.

Selain itu, FSGI mendorong kepolisian mengusut tuntas kasus ini sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Jika korban dan pelaku masih usia anak (18 tahun ke bawah) maka dalam penanganannya, kepolisian harus menggunakan UU 35/2014 tentang  Perlindungan Anak dan UU 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

"Geng sekolah saaat ini sudah menjamur di berbagai sekolah, oleh karena itu FSGI mendorong Dinas-dinas Pendidikan di berbagai daerah bersama Kemendikbudristek untuk memikirkan cara dan terapi yang tepat untuk mencegah dan membubarkan geng-geng sekolah yang berpotensi melakukan berbagai kekerasan. Berbagai bentuk akan berdampak buruk pada tumbuhkembang anak," ujarnya.

Selain itu, FSGI juga mendorong anak-anak pelaku dirahasiakan identitasnya sebagaimana ketentuan dalam UU 11/2012 tentang SPPA, baik oleh pihak kepolisian maupun media massa.

"FSGI juga mendorong Masyarakat untuk menghentikan share video ke media social, jika kita menerima, cukup berhenti di kita dan jangan di sebar lagi. Karena ketika di-share lagi, berpotensi ada peniruan peserta didik lain di Indonesia, menimbulkan trauma, dan jejak digital akan berdampak buruk baik pada anak korban maupun anak-anak pelaku," tukasnya.sinpo

Komentar: