Pemerintah Usul Nilai Ekonomi Karbon Masuk dalam RUU EBET

Laporan: Martahan Sohuturon
Selasa, 21 November 2023 | 09:06 WIB
Menteri ESDM RI Arifin Tasrif (Ashar/SinPo.id)
Menteri ESDM RI Arifin Tasrif (Ashar/SinPo.id)

SinPo.id - Pemerintah menginisiasi usulan baru soal ketentuan nilai ekonomi karbon masuk dalam daftar inventaris masalah (DIM) pada Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan usulan baru tersebut akan makin meyakinkan kepercayaan para investor energi bersih.

"Mengenai (mekanisme) perdagangan karbon pada Pasal 7B yang tadinya tidak ada dalam DIM sebagai usulan baru dari pemerintah," kata Arifin saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta pada Senin, 20 November 2023.

Arifin menjabarkan apabila beleid telah disepakati pemerintah dan legislatif, maka badan usaha dapat memperoleh insentif dari upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) pada kegiatan pengusahaan energi baru dan energi terbarukan dan/atau kegiatan konservasi energi yang dilakukan oleh badan usaha.

Upaya pengurangan emisi GRK tersebut, sambungnya, dapat menjadi bagian dari mekanisme perdagangan karbon melalui perdagangan emisi, pengimbangan (offset) emisi GRK, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

"Kami ingin menambahkan kata mekanisme perdagangan karbon," jelas Arifin.

Ia juga menegaskan mekanisme perdagangan karbon harus mempertimbangkan aturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

Ketentuan tersebut bakal berlaku serupa bila ada kegiatan investasi pengembangan EBET dan/atau kegiatan konservasi energi sebagai upaya pengurangan emisi GRK, yang bersumber dari pendanaan luar negeri dalam kerangka kerja sama antarpemerintah.

"Ini tambahan untuk pelengkap ketentuan nilai ekonomi karbon," sebut Arifin.

Arifin menambahkan pengembangan EBET, yang masif di masa mendatang juga tengah meninjau penerapan konten lokal atau tingkat komponen kandungan dalam negeri (TKDN).

Kendati begitu, langkah itu perlu memperhitungkan ketersediaan atau kemampuan produk dan potensi dalam negeri, harga energi baru/energi terbarukan, yang tetap kompetitif, dan pemberian fleksibilitas sesuai sumber pendanaan energi baru/energi terbarukan.

"Ini adalah tambahan kami (pemerintah), mungkin perlu pendalaman lebih lanjut untuk tercapainya kesepakatan," ungkap Arifin.

Sesuai Pasal 24/39 DIM RUU EBET, badan usaha yang mengusahakan energi baru dan energi terbarukan diharuskan mengutamakan produk dan potensi dalam negeri.

Produk dan potensi itu meliputi tenaga kerja Indonesia, teknologi dalam negeri, bahan-bahan material dalam negeri, dan komponen dalam negeri lainnya terkait energi baru/energi terbarukan.

Dalam rancangan regulasi tersebut, pemerintah juga telah memberikan syarat ketat kepada badan usaha untuk melakukan alih ilmu pengetahuan dan teknologi jika ingin berinvestasi energi baru/energi terbarukan di Indonesia.

Hal itu bertujuan demi meningkatkan pengembangan sumber daya manusia lokal.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI