Obat Albothyl Miliki Kandungan Berbahaya, ke Mana Saja BPOM?

Laporan:
Jumat, 16 Februari 2018 | 13:45 WIB
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa

Jakarta, sinpo.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan produk obat Albotyl ternyata memiliki kandungan yang berbahaya bagi masyarakat. Sangat disayangkan, karena obat ini sudah lama beredar dan dipakai oleh masyarakat.

Diketahui masyarakat banyak sekali memakai obat ini untuk menyembuhkan sari awan. Peredaran obat ini pun sudah ada sejak bertahun-tahun lalu lamanya. Namun kenyataannya, produk Albotyl ini ternyata berbahaya bagi masyarakat. Dalam kasus ini konsumen tidak mendapat perlindungan sebagaimana mestinya.

Anggota Komisi IX DPR RI, Okky Asokawati menyayangkan mengapa BPOM baru sekarang mengeluarkan pernyataan berbahaya untuk obat tersebut. Peristiwa ini dinilainya menunjukan lemahnya pengawasan BPOM baik pre market maupun post market terhadap produk makanan maupun obat-obatan.

"Harusnya setiap produk makanan, minuman dan obat-obatan sebelum dipasarkan harus dilakukan pengawasan pre market maupun post market. Kami menangkap kesan, jika produk impor tidak perlu pengawasan pre market," ungkap Okky melalui keterangan tertulis, Jumat (16/2/2018).

Pandangan tersebut tentu sangatlah tidak tepat. Produk impor maupun lokal harus tetap diawasi baik pre maupun post market. Okky pun menduga BPOM telah menerapkan standar ganda. 

Karena BPOM dinilainya akan bertindak tajam dan tegas jika menghadai produsen pelanggar aturan dalam hal makanan, minuman dan obat-obatan dari kalangan kecil. Namun sebaliknya, jika menghadapi produsen dari kalangan besar, BPOM terkesan tumpul dan tidak bertaji.

"Padahal merujuk Pasal 196  UU Kesehatan disebutkan siapa saja yang memproduksi,  mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan,  khasiat atau kemanfaatan dan mutu diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar," sebut Okky.

Kegiatan pengawasan seharusnya makin diperketat BPOM, mengingat pagu anggaran BPOM tahun ini meningkat menjadi Rp 2,17 triliun, dibanding tahun 2017 yang berada di angka Rp 1,9 triliun.

Dalam kasus ini, kita semua tahu bahwa BPOM tidak memiliki wewenang untuk memberikan sanksi atas kasus pelanggaran yang dilakukan produsen makanan dan obat-obatan. Setiap kasus pelanggaran harus diselesaikan melalui jalur kepolisian atau lembaga penegak hukum lainnya.

Untuk itu Okky mengatakan akan memasukan RUU Pengawasan Obat dan Makanan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Dalam rancangan tersebut, BPOM didesain sebagai lembaga yang dapat memberikan sanksi terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan.

"Upaya ini dimaksud agar BPOM dapat memiliki peran yang lebih, tidak hanya sekedar urusan administrasi izin semata," pungkas politisi PPP itu.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI