PGI Respons Usul Kepala BNPT Tempat Ibadah di Bawah Kontrol Pemerintah: Demokrasi Mundur

Laporan: Martahan Sohuturon
Selasa, 05 September 2023 | 11:20 WIB
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom. (SinPo.id/Dok. PGI)
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom. (SinPo.id/Dok. PGI)

SinPo.id - Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom menyatakan bahwa usul Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza Dahniel agar semua tempat ibadah di bawah kontrol pemerintah merupakan sebuah langkah mundur dalam proses demokrasi di Indonesia.

"Usulan Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel, yang menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah, merupakan langkah mundur dari proses demokratisasi yang sedang kita perjuangkan bersama paska reformasi 1998," kata Gomar dalam keterangannya pada Selasa, 5 September 2023.

Ia bilang, Indonesia sudah menyepakati demokrasi menjadi sistem atau kendaraan bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Dalam masyarakat yang semakin demokratis, menurutnya, negara harus percaya bahwa rakyat bisa mengatur diri, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah.

Gomar menyatakan, pemikiran Rycko yang menghendaki agar pemerintah mengawasi setiap agenda ibadah yang digelar di tempat ibadah serta mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah atau khotbah hanya menunjukkan sikap frustrasi pemerintah yang tidak mampu mengatasi masalah radikalisme.

"Hal sedemikian ini merupakan arus balik dari cita-cita reformasi dan akan membawa kita kepada suasana etatisme pada masa orde baru," ucapnya.

Dia melanjutkan, masalah yang dihadapi Indonesia saat ini adalah kurang tegasnya pemerintah menghadapi berbagai ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat.

Bahkan, menurutnya, perilaku intoleran yang disertai dengan tindak kekerasan, apalagi atas nama agama, sering luput dari tindakan hukum oleh negara.

"Peradaban yang mengedepankan mereka yang bersuara keras, atau mengedepankan kebencian dan kekerasan, ini yang perlu mendapat perhatian kita bersama, untuk segera dihentikan," ucapnya.

Berangkat dari itu, Gomar meminta keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas ujaran kebencian, aksi intoleran dan tindak kekerasan, seturut hukum yang berlaku. Selain itu, ia juga mengajak seluruh elemen bangsa membudayakan cinta damai dan cinta kemanusiaan. Menurutnya, hal itu menjadi tugas bersama untuk mendidik masyarakat untuk sedia menerima orang atau kelompok yang berbeda, serta mengakomodasinya dalam membangun hidup bersama, termasuk mengakomodasi kebutuhan akan rumah ibadah, oleh umat beragamana apapun.

Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah pun perlu lebih peka mendengar kritik masyarakat, termasuk dari para tokoh agama atau pemdakwah.

"Jangan cepat-cepat menghakiminya sebagai bagian dari radikalisme," tutur Gomar.

Sebelumnya, Rycko mengusulkan agar semua tempat ibadah di bawah kontrol pemerintah. Usulan itu disampaikan Rycko merespons pernyataan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Safaruddin dalam rapat bersama Komisi III DPR pada Senin, 4 September 2023.

Safaruddin menyampaikan informasi ada masjid di wilayah Kalimantan Timur yang kerap digunakan untuk menyampaikan kritik kepada pemerintah.

"Kami di Kalimantan Timur Pak, ada masjid di Balikpapan, tapi tiap hari mengkritik pemerintah di situ Pak, di dekat lapangan Merdeka itu," kata Safaruddin.

Menurut dia, kasus tersebut mestinya menjadi perhatian bagi BUMN. Apalagi ada data yang menyebut sejumlah BUMN telah disusupi gerakan radikal.

Merespons Safaruddin, Rycko ingin meniru aturan yang telah berlaku di Malaysia, Singapura, beberapa negara di Timur Tengah, hingga Afrika. Menurutnya, masjid atau tempat ibadah sepenuhnya di bawah kontrol pemerintah.

Menurut dia, langkah itu bisa diikuti pemerintah Indonesia. Seluruh tempat ibadah dikontrol pemerintah.

"Mungkin dalam kesempatan yang baik ini kita perlu memiliki sebuah mekanisme untuk melakukan kontrol terhadap seluruh tempat ibadah. Bukan hanya masjid tapi semua tempat peribadatan kita," kata dia.

Rycko menjelaskan pemerintah dapat mengawasi setiap agenda ibadah yang digelar suatu tempat ibadah. Selain itu, juga mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah atau khotbah. Menurutnya, hal ini demi menghindari hadirnya narasi kekerasan di tempat ibadah.

"Siapa saja yang boleh memberikan menyampaikan konten di situ. Termasuk mengontrol isi daripada konten. Supaya tempat-tempat ibadah kita ini tidak dijadikan alat untuk menyebarkan ajaran-ajaran kekerasan," kata dia.

"Kita perlu belajar kepada negara-negara tetangga kita, Singapura, Malaysia. Negara-negara Timur Tengah, negara-negara di Afrika pun mereka sudah memiliki mekanisme kontrol terhadap tempat ibadah ini," imbuhnya.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI