Hentikan Politik Belah Bambu, Tugas Polri Itu Mengayomi

Laporan:
Jumat, 02 Februari 2018 | 12:54 WIB
Foto: Adrian Pratama
Foto: Adrian Pratama

Jakarta, sinpo.id - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menyayangkan pernyataan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian yang sempat menuai kontroversi. Menurutnya, pernyataan itu tidaklah bijak dan tidak sepantasnya dikeluarkan dari mulut seorang Kapolri.

Seharusnya sebagai Kapolri, Tito harus dapat menempatkan dirinya di tengah semua golongan atau tak condong ke suatu arah. Sebagai Kapolri sudah merupakan tugas dan kewajiban bagi Tito untuk mengayomi seluruh elemen masyarakat.

"Meskipun itu adalah pernyataan lama, terus terang saya sangat menyayangkan isi pernyataan Kapolri dalam acara tersebut. Di tengah-tengah segregasi masyarakat akibat prefrensi politik dan kondisi ekonomi harusnya Kapolri mampu menempatkan diri di semua golongan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (2/2/2018).

Bila merujuk pada amanat UUD 1945 Pasal 30 Ayat 4, salah satu tugas polisi memang adalah sebagai pengayom masyarakat. Tugas ini kembali ditegaskan dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

Terlebih di tengah ketegangan dan segregasi sosial akibat menguatnya politik identitas, tugas polisi seharusnya adalah berusaha merangkul semua pihak, dan bukannya malah mempertajam perbedaan yang sudah ada di tengah masyarakat saat ini.

"DI luar soal bijak dan tidak bijak, hal yang paling saya sesalkan, pernyataan Kapolri tahun lalu itu juga ternyata tak didasari oleh pengetahuan sejarah yang akurata. Ini bisa sangat berbahaya," tutur Fadli.

Tentu sebagai anak bangsa kita tak bisa memungkiri, adalah sebuah fakta sejarah jika umat Islam atau sejumlah organisasi Keislaman memiliki peran besar dalam pendirian Republik ini. Dan hal tersebut bukan hanya buah dari peran NU dan Muhammadiyah semata, tapi ada banyak organisasi lainnya.

Fadli menerangkan, sebagian organisasi yang berperan mendirikan negara ini bahkan masih ada yang tetap eksis hingga sekarang. Sarekat Islam misalnya, organisasi ini jauh lebih tua dari NU dan Muhammadiyah. Dari rahim organisasi ini kemudian lahir sebagian para pendiri negara kita. Dan yang perlu diketahui, organisasi ini masih eksis hingga saat ini.

Atau, ada juga Jami’atul Kheir, yang embrionya telah dimulai sejak tahun 1901. Organisasi ini dikelola oleh para habib di Batavia. Mereka bergerak memberantas kebodohan dan kemiskinan ummat yang diakibatkan oleh kolonialisme.

“Jadi, di luar Muhammadiyah dan NU, yang kini menjadi organisasi keislaman terbesar, Republik ini juga turut didirikan oleh banyak organisasi keislaman lain," ujar politisi Partai Gerindra itu.

Aparat keamanan yang seharusnya bertugas menjaga stabilitas dan ketertiban sebaiknya tidak terjebak dalam permainan politik belah bambu. Jangan sampai kita memproduksi wacana seolah-olah ada kasta dalam organisasi keislaman di Tanah Air dalam hal kontribusinya kepada Republik. Kebhinekaan kita akan makin tidak terawat jika aparat keamanan justru malah menciptakan segregasi di antara ormas-ormas Islam.

“Jangan lupa, jika umat dan ormas Islam lemah, atau terpecah-belah, yang akan rugi adalah kita semua. Sebab, jika umat ini lemah, Indonesia juga akan lemah. Itu sebabnya kemarin saya menyarankan agar Kapolri merekrut konsultan atau staf khusus yang ahli dalam kajian keislaman di Indonesia. Ini bukan untuk menyindir, tapi benar-benar saran yang serius. Maksudnya, agar ke depannya setiap pandangan atau kebijakan Polri yang terkait persoalan keumatan tidak selalu berujung blunder," pungkas Fadli.

BERITALAINNYA
BERITATERKINI